TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produk pati sagu olahan PT National Sago Prima (NSP), sekitar 50 persen selama ini diperuntukkan untuk pasar ekspor ke beberapa negara di luar negeri.
"Hingga per September 2016, volume penjualan Prima Starch sebagai merek dagang kami mencapai 4.350 ton dan sekitar 50 persen untuk pasar ekspor," kata General Manager PT NSP, Harry Susanto, dalam keterangan yang diterima, Selasa (21/2/2017).
PT NSP adalah sebuah perusahaan hutan tanaman industri (HTI) bukan kayu yang bergerak di bidang budidaya dan pengolahan sagu.
Penegasan itu sendiri terkait dengan prestasi PT NSP meraih Penilaian Program Peningkatan Kinerja Perusahaan (Proper) peringkat Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) beberapa waktu lalu.
Menurut Harry, produksi sebesar itu diperoleh dari lahan sagu perseroan yang berada di Kepulauan Meranti dengan luas sekitar 3.707,84 kilometer persegi dan terletak di pesisir timur Pulau Sumatera.
"Produksi penjualan hingga September 2016 itu jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya jauh lebih baik karena pada periode itu mencapai 2.768 ton, " kata Harry.
Harry mengaku, untuk data kinerja penjualan hingga triwulan keempat tahun lalu, belum bisa disampaikan karena masih dalam proses audit.
Menyinggung target perseroan tahun ini, Harry menegaskan tak ada rencana ekspansi di lahan tertanam karena manajemen telah mengalokasikan dan menambah 40 persen dari lahan total konsesi sebagai area konservasi.
"Oleh karena itu fokus perseroan pada 2017 adalah meningkatkan produksi Prima Starch di lahan HTI Kepulauan Riau dan meningkatkan kegiatan operasional di Papua lebih intensif," kata Harry.