TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana repatriasi sebesar Rp 29 triliun gagal pulang ke Indonesia. Pasalnya, dana repatriasi tersebut tidak kunjung direalisasikan para wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak alias tax amnesty.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengaku, belum mengetahui penyebab tidak pulangnya dana repatriasi sebesar Rp 29 triliun.
"Tanyakan ke WP, mereka enggak menyampaikan ke kita," kata Hestu di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (29/3).
Waktu repatriasi berakhir pada 31 Desember 2016. Program pengampunan pajak dimulai sejak Juli 2016 hingga Maret 2017.
"Ini kami hanya data saja bahwa dari Rp 141 triliun komitmen sampai periode kedua kemarin. Nanti boleh di cek ke OJK, berapa yang riil sudah masuk repatriasi kita, kalau di kita ada Rp 112 triliun atau berapa, sehingga ada Rp 29 trilun sekitar, nah itulah kami enggak tahu kenapa tidak direalisasikan, kesulitan di sana atau dan lain-lain," urainya.
Kendati demikian, Hestu mengemukakan, dana repatriasi sebesar Rp 29 triliun bisa saja dideklarasikan sebagai harta luar negeri. Deklarasi harta luar negeri itu akan dikenakan tarif sesuai dengan periode yang berlaku.
"Mereka punya kesempatan menyampaikan SPH kedua dan ketiga, dengan mendeklarasikan luar negeri saja, yang tadi gagal repatriasi dijadikan deklarasi luar negeri memang harus tambah uang tebusan," ucapnya.
Menurutnya, Ditjen Pajak tidak bisa membantu secara khusus realisasi dana repatriasi sebesar Rp 29 triliun tersebut. Sebab, wewenang tersebut berada di pemilik dana.
"Imbauannya deklarasi saja, masih ada kesempatan untuk deklarasi dari repatriasi, tapi tidak ada sanksi, kemarin repatriasi 2 atau 3 persen, sekarang ditambahain saja, kalau yang tidak ubah dan tidak laporkan itu malah yang kena sanksi," tuturnya seraya menyarankan para wajib pajak untuk segera memanfaatkan sisa waktu penerapan pengampunan pajak.
"Ini kan tinggal tiga hari, kalau ada kesempatan manfaatkan saja untuk deklarasi, DJP bisa melobi. Kami juga kan ada keterbatasan, masa memaksanakan ketentuan di negara lain, bantuan terakhir yang bisa kita berikan deklarasi saja, walaupun menambah tarif tebusannya, tapi terlepas dari sanksi," imbuhnya.
Untuk diketahui, laporan penerimaan amnesti pajak hingga saat ini mencapai Rp 123,4 triliun. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebut, penerimaan dana pengampunan pajak itu berasal dari uang tebusan, pembayaran tunggakan dan pembayaran bukti permulaan.
"Realisasi penerimaan amnesti pajak (sesuai SSP) Rp 123,64 triliun, uang tebusan Rp 110,01 triliun, pembayaran bukper Rp 1,08 triliun, Pembayaran tunggakan Rp 12,56 triliun, jadi Rp 123,64 itu didapatkan sampai 28 Maret," kata Suryo.
Ia mengatakan, jumlah harta deklarasi mencapai Rp 4.669 triliun. Dana itu berasal dari deklarasi harta dalam negeri sebesar Rp 3.495 triliun dan deklarasi harta luar negeri Rp 1.028 triliun, serta repatriasi Rp 146 triliun.
Jumlah harta deklarasi itu bersumber dari 832.631 wajib pajak. Wajib pajak ini terdiri dari orang pribadi sebanyak 640.488, UMKM sebanyak 265.864, dan non UMKM sebanyak 374.624. Sementara wajib pajak badan berjumlah 192.143, dengan UMKM sebanyak 80.962, dan non UMKM sebanyak 111.181.