TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Cikarang Inland Port mulai mengembangkan smart port untuk mempercepat dan mempermudah distribusi barang di Cikarang dry port. Konsep ini dikembangkan untuk mendukung kelancaran sistem logistik nasional.
Dalam tahap awal, pengembangan smart port dimulai awal Mei 2017 dengan menerapkan sistem gerbang otomatis (auto gate system), e-DO, e-Billing and e-Payment.
Dengan sistem itu maka sistem pelayanan kepelabuhan, bea cukai dan karantina serta bank akan ada dalam satu gedung. Sistem ini merupakan satu langkah awal untuk menuju sistem paperless.
Managing Director PT Cikarang Inland Port Benny Woenardi menjelaskan, Cikarang Dry Port akan terus mengembangkan konsep smart port untuk meningkatkan layanan bagi pengguna.
“Bagi kami itulah kunci agar suatu bisnis dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable),” katanya dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Menurutnya di kuartal pertama 2017 pengembangan smart port di Cikarang Dry Port akan mulai terlihat bentuknya.
Dalam proses pengeluaran barang, nantinya perpindahan dan verifikasi data akan dilakukan melalui jaringan yang menghubungkan berbagai sistem termasuk sistem bea cukai dan Indonesia National Single Window. Sehingga, prosesnya akan menjadi lebih mudah dan lebih cepat.
Cikarang Dry Port juga sudah menerapkan sistem electronic delivery order (e-DO) dengan beberapa pelayaran yang membuka jasa di pelabuhan darat ini.
Sistem ini dapat langsung mengidentifikasi bila importir telah menyelesaikan administrasi dengan pelayaran tanpa perlu membawa dokumen e-DO secara langsung. Dengan digabungkan dengan sistem auto gate, maka sistem ini akan jauh mempermudah dan mempercepat proses pengeluaran barang.
Untuk mendukung konsep smart port ini, dalam waktu dekat Cikarang Dry Portakan meluncurkan aplikasi mobile berbasis android dan iOS. Aplikasi ini akan mempermudah pengguna jasa melakukan tracking container, cek tagihan, melakukan order, serta melakukan cek jadwal kapal dan kereta.
Harapannya, dengan aplikasi ini maka pengguna jasa akan semakin mudah mengatur kegiatan logistiknya dengan menggunakan perangkat ponsel pintarnya, kapan pun dan di mana pun.
Pengembangan smart port ini juga ditujukan untuk mendukung upaya pemerintah mengefisiensikan sistem logistik nasional serta mengintegrasikan program Indonesia National Single Window.
Ini kelanjutan dari pengembangan konsep dry port yang telah mengatasi masalah bongkat muat barang (dwelling time) menjadi 1,63 hari.
Reporter: Uji Agung Santosa