Oleh Erlangga Agustino Landiyanto*
TRIBUNNEWS.COM - Saat ini kita menyaksikan sebuah anomali antara indikator-indikator ekonomi makro yang bisa dibilang bagus dengan apa yang dirasakan di oleh masyarakat.
Ketika kita melihat media sosial, kita melihat banyak keluhan dari masyarakat.
Selain itu ada beberapa indikator ekonomi mikro, seperti sepinya ritel di beberapa pusat perbelanjaan.
Tapi kita juga melihat bahwa pertumbuhan ekonomi kita cukup stabil, rasio hutang Indonesia, meskipun diasumsikan akan meningkat, masih cukup aman.
Oleh karena itu, anomali ini perlu menjadi hal yang perlu diantisipasi pemerintah karena dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu stabilitas ekonomi.
(Baca juga: Ekonomi Indonesia Diprediksi Sejajar Jepang 13 Tahun Lagi, Kenapa Warganya Malah Mencibir ?)
Oleh karena itu, kita perlu menelaah mengapa anomali itu terjadi.
Alasan pertama adalah perubahan prioritas anggaran.
Pemerintah mengalihkan banyak anggaran ke pembangunan infrastruktur, sehingga banyak anggaran yang dipangkas.
Ketika anggaran dialihkan ke infrastruktur, manfaatnya baru akan bisa dirasakan ketika infrastruktur sudah selesai.
Salah satu pengalihan anggaran yang berdampak paling besar adalah pengalihan subsidi, yang cukup banyak dirasakan oleh masyarakat.
Ketika pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan pokok seperti listrik bertambah, maka masyarakat harus mengurangi konsumsi sekunder dan tersier (sehingga akan berpengaruh terhadap sektor yang terkait).
Selain itu, beberapa anggaran instansi pemerintah yang dipotong, meskipun seringkali merupakan pemborosan, ada trickel down effect yang banyak ke masyarakat, misalkan anggaran rapat. Itu sangat berpengaruh terhadap penyedia jasa makanan, transportasi dan penginapan.