TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mobilitas penduduk pedalaman di wilayah Kalimantan Utara masih tergantung pada jasa transportasi penerbangan. Selain karena kondisi geografis wilayah, hal ini ikut dipicu belum siapnya infrastruktur transportasi darat.
Lengganius (37), warga Kecamatan Kayan Hilir, Malinau mengaku merasa sulitnya mengakses daerah luar di sekitarnya. Untuk sampai ibukota Malinau saja masih butuh pengorbanan biaya dan kesiapan fisik yang matang. Begitu juga ketika sebaliknya menuju Kayan Hilir.
Ditemui di Bandara Tanjung Harapan, belum lama ini, Lengganius mengatakan, tak ada penerbangan langsung dari Tanjung Selor ke Kayan Hilir.
Pesawat Susi Air yang kerap ia tumpangi dengan harga subsidi hanya bisa mendarat sampai Bandara Long Apung, Kayan Selatan.
"Dari Long Ampung, saya harus naik perahu lagi kurang lebih 4 jam baru sampai di Kayan Hilir. Sepanjang itu menyusuri sungai. Ongkosnya mahal, bisa sampai jutaan. Makanya saya harus tunggu penumpang lain, supaya kapal itu bisa dicarter dan tidak terlalu mahal," ujarnya.
Lengganius beberapa waktu lalu pernah mengalami kondisi darurat. Ia kecelakaan saat berkendara. Karena mengalami luka serius, ia harus dapat perawatan intensif di rumah sakit. Untuk merujuknya ke rumah sakit, lagi-lagi harus menggunakan jasa angkutan pesawat terbang.
"Di sana ada perwakilan pesawat MAF (mission aviation fellowship). Saya harus daftar dulu. Tidak lama kemudian datang pesawat MAF untuk terbangkan saya ke Tarakan," katanya kepada Tribun.
Makanya, saat mendengar rencana Gubernur Kaltara Irianto Lambrie membeli pesawat, ia menyatakan setuju.
Tentu dengan catatan harus lebih banyak dioperasikan di wilayah pedalaman dan perbatasan seperti Kayan Hilir.
Terlebih jika digunakan untuk mengangkut orang sakit atau sebaliknya mengangkut tenaga medis dan obat-obatan untuk melayani orang yang menderita sakit di daerah pedalaman dan perbatasan.
Seperti diketahui, belum lama ini Gubernur Kaltara Irianto Lambrie mengungkapkan rencana pembelian pesawat untuk melayani penerbangan perintis.
Baca: Apple Digosipkan Akan Luncurkan iPhone Anyar dengan Harga Lebih Miring
Baca: Di Balik Rasa Gurih Daging Wagyu Khas Jepang, Ternyata Sapinya Diternak dengan Kemurnian Silsilahnya
Kepada Tribun, Irianto menjelaskan tengah menjajaki rencana pembelian pesawat N219 Nurtanio buatan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Irianto mengatakan pesawat tersebut cocok dioperasikan di daerah-daerah perintis seperti karakteritik pedalaman dan wilayah perbatasan negara di Kaltara.
Rencananya pesawat itu akan difungsikan sebagai ambulansudara. "Jadi itu untuk ambulans udara. Kita gunakan untuk membantu orang sakit di pedalaman dan perbatasan. Sekaligus pada saat tertentu bisa digunakan mengangkut orang dan barang kalau situasi darurat," tuturnya.
Irianto mengatakan, biaya operasional terbang N-219 tergolong murah, hanya Rp 7 juta per jam di luar biaya pilot dan kru. Jika diakumulasikan biaya operasional pesawat, gaji pilot dan kru, total biaya operasional bisa mencapai Rp 30 juta per jam.
"Harus diingat, biaya carter pesawat ke wilayah perbatasan Kaltara itu mencapai Rp 60 juta per jam," sebutnya.
Reporter: Ernawati