"Kapasitas produksi es juga lebih banyak, karena prosesnya lebih cepat. Selain itu, masuknya listrik PLN ini membuat kami tidak terlalu repot untuk menjaga genset," kata
Wandi. Turunnya biaya produksi ini juga berdampak pada es yang dijual ke nelayan. Menurut Wandi, sebelumnya harga jual es ke nelayan Rp 100.000 per 100 kg.
Namun dengan masuknya listrik PLN, harga jualnya turun menjadi Rp 70.000 per 100 kg.
Masuknya listrik dari PLN selain dinikmati pengusaha perikanan, juga dirasakan masyarakat di berbagai pulau di Kabupaten Natuna. Mereka tak lagi merasa kesepian dengan masuknya listrik dari PLN.
Seperti diutarakan Yanti (25) yang tinggal di Pulau Sabang Mawang, bahwa listrik yang menyala selama 24 jam membuat dia makin betah di rumah. Dia bisa menikmati hiburan televisi lebih lama.
Selama ini, dia hanya bisa menikmati tayangan televisi hanya sekitar 6 jam saat listrik menyala. Listrik tersebut dipasok oleh warga setempat.
"Lebih senang ya, karena bisa lihat televisi. Selama ini hiburan kami ya cuma main ke laut," kata Yanti.
Kisah lainnya diungkapkan Wanzaimah (42) yang berprofesi sebagai penjahit. Sebelumnya dia menggunakan listrik dari Perusahaan Daerah (Perusda) dan harus membayar Rp 150.000 - Rp 400.000 per bulan untuk listrik yang belum menyala 24 jam.
“Alhamdulilah, sangat senang sekali. Siang hari kita bisa bikin apa saja untuk membantu keluarga. Kalau malam ndak capai lagi menjahit pakai kaki,” ujar Wanzaimah (42), warga Desa Tanjung Kumbik.
Direktur Regional Sumatera PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan program ini digelar dalam rangka untuk memasok listrik di pulau-pulau terdepan, terluar, dan tertinggal yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. "Agar industri bisa berkembang serta untuk tingkatkan perekonomian," ujarnya.
Penulis : Bambang Priyo Jatmiko
Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul: Senyum Warga Kepulauan Natuna setelah Listrik PLN Masuk