TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Pemilik Hak Sulung (F-PHS) Tsingwarop Timika Papua mengapresiasi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan proses bisnis tambang Freeport harus sesuai dengan asas Pancasila.
Yafet Beanal, Ketua F-PHS mengatakan, pihaknya terus menyuarakan bahwa dalam proses negosiasi, dengan pendekatan azas hukum, adat, agama, Pancasila dan Undang-Undang Dasar.
Baca: Sri Mulyani Singgung Pancasila dalam Negosiasi Pemerintah dengan Freeport
"Kami juga menyampaikan Apresiasi kepada Ibu Menteri Sri Mulyani Indrawati yang mau letakkan pembicaraan negosiasi tambang emas terbesar dunia ini pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45," kata Yafet dalam keterangan yang diterima, Rabu (4/7/2018).
Menurutnya, tidak ada kata terlambat jika pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki niat baik terhadap masyarakat pemilik hak ulayat di manapun berada.
Dirinya menjelaskan, hak warga di Timika Papua, terlupakan selama 51 tahun rezim pemerintahan berganti.
"Maka hari ini tanggal 3 Juli 2018 melalui Ibu Menteri sebagi pembantu presiden yang mengeluarkan sebuah pernyataan hebat terhap perlindungan SDA maupun SDM diletakkan kembalikan pada Pancasila dan UUD 45," katanya.
Sementara itu, Sekretaris F- PHS Elfinus Omaleng menambahkan, masyarakat adat yang ada dalam F-PHS Tsingwarop akan terus menunggu dan menyambut baik jika ada udiensi Presiden Joko Widodo.
Elfinus menjelaskan, langkah ini akan menjadi sejarah baru selama 51 tahun masyarakat pemilik emas di Bumi Cendrawasih Timika Papua.
"Tentunya hal ini Menjadi Catatan sejarah Besar Bangsa Indonesia terhadap suatu proses bisnis dilakukan dengan mengedepankan Azas aturan dan ramah lingkungan, baik SDM maupun SDA," ujarnya.
Dirinya berharap ada perhatian serius sebelum final proses akusisi maupun proses bentuk negosiasi yang sementara berlangsung.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa saat ini pihaknya masih dalam proses secara keseluruhan antara dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Menurut Sri, dalam negosiasi ini pemerintah memandang bahwa Freeport perlu mematuhi rezim perpajakan maupun non-pajak.
Dia mengatakan, hal ini berlaku baik bagi Freeport maupun perusahaan lainnya yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) atau mempekerjakan SDM di Tanah Air.
“Penggunaan SDA untuk memakmurkan rakyat itu ada dalam rezim pajak dan non pajak. Orang yang ambil SDA dari bumi Indonesia seperti Freeport atau perusahan Indonesia, seperti Antam, PT Timah, Inalum,” ujar Sri di Jakarta, Selasa (3/7/2018)
“Itu selalu diterjemahkan saat kami negosiasi dengan Freeport atau perusahaan mana pun. Kalau tidak behave (berperilaku baik), dia bisa melanggar Pancasila. Karena dia juga jadi subjek aturan,” lanjutnya.
Menurut Sri Mulyani, melanggar Pancasila dalam hal ini artinya pengelolaan SDA dan SDM harus sesuai dengan azas Pancasila.
Sebab, berbicara soal kepatuhan terhadap lingkungan atau masyarakat sekitar maupun terhadap perpajakan, itu semua berada dalam UU yang sudah dimiliki Indonesia.
“Praktik dari sisi pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam kita sesuai dengan azas Pancasila. Kalau kita bicara soal keadilan sosial, bicara soal persatuan Indonesia, tentang perikemanusiaan, kita lihat dalam konteks undang-undang yang ada,” jelasnya.
Baca: Terkait Ojek Daring, Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak Minta Pemerintah Amandemen UU LLAJ
Karena itu, ia menyampaikan, pemerintah saat ini berusaha agar Freeport patuh dengan nilai-nilai yang ada.
“Kami usahakan terus. Seperti yang saya sampaikan tadi, di dalam proses negosiasi, kami mengacu pada UUD dan Undang-Undang yang kami miliki sekarang,” kata Sri Mulyani.