"Moody's memahami PGN berencana mendanai dana akuisisi tersebut dari utang baru dan kas internal yang sampai 31 Maret 2018 lalu jumlahnya mencapai 1,19 miliar dolar AS," ujar Abhishek Tyagi, Vice President sekaligus Analis Senior Moody's dikutip dari risetnya.
Tyagi menjelaskan, meskipun utang baru untuk membeli saham Pertagas bakal melemahkan matriks keuangan PGN, namun angkanya masih aman karena lebih tinggi dari angka toleransi atas rating tersebut di kisaran 9-12 persen.
"Dalam beberapa tahun terakhir, PGN berhasil menjaga konsistensi peningkatan pendapatan meskipun terjadi penyesuaian harga gas dan tarif distribusi yang ditetapkan pemerintah. Jadi munculnya beban utang baru masih aman bagi PGN," kata Tyagi.
Arandi Ariantara, Analis Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia juga memperkirakan PGN tidak akan kesulitan dalam mencari pendanaan eksternal sekitar Rp 11,06 triliun untuk menuntaskan pembelian mayoritas saham Pertagas.
"PGN itu nett gearing ratio-nya hanya 43 persen di 2017 belum mencapai 100 persen atau 1 kali. Ketika dia meminjam 800 juta dolar AS, itu nett gearing-nya hanya bertambah ke 91 persen atau tetap tidak sampai 1 kali. Sehingga kalau dia mau meminjam saja dari bank, itu masih kuat," jelas Arandi.
Ia menambahkan, selain itu PGN juga melakukan bisnis dalam denominasi dolar Amerika Serikat. Sehingga gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar, tidak berpengaruh pada pembukuan PGN.
"Jadi PGN bisa pinjam dalam denominasi dolar. Mau naik turun rupiah tidak berpengaruh ke mereka," katanya.