"Pemerintah siap bila saham negara di Merpati sampai 0%," jelas Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K Ro usai rapat dengan Komisi VI DPR, Senin (16/7/2018).
Aloy menegaskan, pelepasan Merpati menjadi pilihan tepat dalam menyelamatkan keuangan negara. "Ada beberapa pilihan, bahasa terangnya tutup lebih murah daripada survive," terang Aloy.
Namun, Kementerian BUMN mengklaim masih ada investor yang berminat membeli Merpati.
Menurut Aloy, pemerintah iklas jika saham di Merpati terdilusi karena biaya menyehatkan perusahaan penerbangan itu bakal sangat besar.
"Sekarang ada investor mau masuk, kita akan coba. Tapi kalau kita terdelusi, tidak apa-apa," terang Aloy.
Adapun tiga perusahaan pelat merah lain belum mendapatkan persetujuan Komite Privatisasi. Kementerian BUMN akan membuay usulan baru untuk kejelasan tiga perusahaan itu.
Menurut Aloy, pemerintah siap melepas perusahaan tersebut bila diharuskan. Namun, hal itu perlu melihat prosedur terlebih dahulu, dengan melihat keuntungan serta peran strategis industri tersebut bagi negara.
PKPU Merpati
Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) diperpanjang selama 45 hari. Dengan perpanjangan waktu ini, Merpati berharap bisa merampungkan proposal perdamaian.
Sebenarnya, perpanjangan itu lebih lama dari pengajuan Merpati yang hanya 30 hari. Namun dengan pertimbangan pengurus PKPU dan hakim pengawas, seluruh kreditur se setuju memberikan perpanjangan PKPU tetap selama 45 hari.
"Untuk memfinalisasi tawaran proposal perdamaian yang masih perlu didiskusikan dengan calon mitra strategis," kata salah satu pengurus PKPU Merpati Alfin Sulaiman, Senin (16/7/2018).
Dalam proses PKPU, maskapai penerbangan pelat merah ini berusaha merestrukturisasi utang Rp 10,03 triliun.
Rinciannya terdiri dari kreditur preferen Rp 1,09 triliun, kreditur separatis senilai Rp 3,33 triliun, dan kreditur konkuren senilai Rp 5,61 triliun.
Pemilik tagihan terbesar dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 2,6 triliun, PT Pertamina (Persero) senilai Rp 2,8 triliun, dan PT PANN (Persero) senilai Rp 1,3 triliun.
Adapula tagihan dari beberapa BUMN lainnya semisal PT Telkom (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero), dan PT Bank Mandiri (Persero), PT PPA (Persero).