"Tingginya harga rokok karena tingginya cukai menyebabkan pengurangan permintaan tembakau lokal, dan juga pengurangan tenaga kerja di SKT," ucap Kadir Kading.
Kondisi itu juga menekan pelinting atau para pekerja SKT. Penghasilan mereka tergantung insentif yang dihitung dari seberapa banyak lintingan setiap hari. Jika produsen menahan produksi, insentif mereka juga akan tertahan.
Enny Sri Hartati ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan dari beberapa jenis rokok, SKT memberikan value besar terhadap perekonomian Indonesia. Selama 2013-2017 jumlah penurunan SKT menurun 22,63%. Penurunan SKT itu mampu mempengaruhi PDB -0,82%, upah riil -1,24%, inflasi 0,41%, konsumsi rumah tangga -0.96%.
"SKT perlu affirmative policy," ucapnya.
Ekonom INDEF ini memberikan solusi atas penurunan SKT. Pertama, mengurangi PPh. Kedua, menyusun tarif cukai yang proposional, cukai SKT harus lebih rendah dari cukai SKM dan SPM golongan manapun. Ketiga, fasilitas dan intensif untuk mendorong ekspor.
"Serta meniadakan regulasi yang membebani industri kelas menengahnkecil agar mampu berkompetisi dengan industri besar," ucapnya