Prolog cerita akan memuat hasil survei Badan Pusat Statistik yang mencatat jumlah wirausaha non-pertanian di Indonesia pada 2016 yang berada di angka 3,1% dari seluruh total populasi penduduk. Meski meningkat dan telah melampaui syarat minimal kesejahteraan sebesar 2%, tapi catatan tersebut tidak bisa dikatakan baik.
Alasannya, jumlah wirausaha di Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura (7%), Malaysia (5%), dan Thailand (4%). Bahkan, angka tersebut masih jauh di bawah negara-negara dengan tingkat ekonomi maju, seperti Tiongkok (10%), Jepang (11%), hingga Amerika Serikat (12%).
Di tengah keterbatasan sumber daya manusia, optimisme hadir dari segmen usaha mikro di sektor industri kreatif. Kesadaran anak muda Indonesia membangun usaha mandiri perlahan meningkat seiring perkembangan arus teknologi informasi.
Sektor industri kreatif jadi pilihan strategis anak muda Tanah Air. Industri kreatif dipandang mengakomodasi keinginan milenial karena bernilai lebih, mampu menunjang gaya hidup kekinian, dan memberikan keuntungan finansial.
Senada dengan hal tersebut, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memprediksi tahun 2018 akan menjadi puncak pertumbuhan industri ekonomi kreatif. Prediksi tersebut tidak terlepas dari pertumbuhan industri kreatif yang berjalan stabil sejak 2010, yakni berada di kisaran 5% hingga 6%.
Artinya, pertumbuhan industri kreatif berada di atas sektor listrik, gas, air bersih, pertambangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan pengolahan. Sektor fesyen, kuliner, dan kerajinan tangan menjadi pilar pertama industri ekonomi kreatif dan bidang usaha yang meningkat paling signifikan.
Namun, dalam realisasinya, kerap muncul permasalahan seperti pembiayaan modal dan teknis pengelolaan pengembangan usaha. Keterbatasan modal dan pengetahuan dari calon pelaku usaha adalah tanggung jawab banyak pihak, termasuk industri perbankan.
bank bjb—sebagai salah satu agen perubahan nasional—membuat langkah strategis untuk menciptakan wirausahawan baru. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) Kewirausahaan bjb dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (Pesat), bank bjb berhasil melahirkan ratusan entrepreneur baru melalui metode pelatihan sejak 2014 lalu.
"Untuk itu diperlukan dukungan semua stakeholder, termasuk dari industri perbankan dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif," ujar Direktur Utama bank bjb, Ahmad Irfan, beberapa waktu lalu.
Program tersebut dirancang dengan tujuan melahirkan wirausaha baru mandiri yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Sasaran pelatihan wirausaha adalah pemuda pengangguran, putus sekolah, dan korban PHK. Dengan begitu, program ini akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan laju pemberdayaan ekonomi secara langsung.
"Program ini merupakan wujud kepedulian bank bjb pada generasi muda dengan menumbuhkan dan membuka peluang berwirausaha. Diharapkan mampu mencetak pengusaha baru sehingga dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran," ujar Ahmad Irfan.
Adapun jenis pelatihan difokuskan pada lima bidang keterampilan di sektor industri kreatif, yakni mencukur rambut, salon muslimah, menjahit, desain grafis, dan sablon. Selain itu, para peserta diberikan pemahaman manajemen bisnis kewirausahaan dan dibekali bantuan modal usaha awal.
Langkah tersebut membuktikan kualitas penyaluran kredit mikro bank bjb dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan, ekspansi kredit UMKM bank bjb di tahun 2017 lalu melebihi ketentuan regulator karena mencapai 17% dari 15%.
"Ini akan terus dilakukan bank bjb. Kami akan terus fokus pada kredit mikro di Jawa Barat dan Banten. Di tahun 2018, kami menargetkan penyaluran kredit mikro tumbuh sebesar 29%. Hal tersebut menunjukkan keberpihakan bank bjb pada kegiatan UMKM," ujar Ahmad Irfan.