Laporan Reporter Tribun, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demi mengantisipasi gejolak ekonomi akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, pemerintah diminta menghentikan sementara proyek-proyek infrastruktur yang memakan dana besar.
"Evaluasi ulang saja yang menyedot dana besar ditunda dulu. Sebaiknya prioritaskan untuk hal-hal yang akan mendorong ekonomi lebih stabil. Priotitaskan untuk mendorong ekonomi ke arah yang lebih produktif,"kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Handi Risza saat berbincang dengan Tribunnews, Selasa(4/9/2018).
Salah satu yang menjadi sorotan adalah proyek Mass Rapid Transit(MRT) Jakarta koridor Lebak Bulus-Dukuh Atas.
Total nilai proyek proyek MRT Jakarta tahap I sekitar 144 miliar yen untuk jalur Lebak Bulus-Dukuh Atas atau kurang lebih Rp 15 triliun.
Baca: Atasi Defisit Transaksi Berjalan, Menteri Darmin Tugasi Empat Menteri Genjot Ekspor
Proyek ini dianggap kemahalan oleh beberapa pihak untuk ukuran rute MRT yang hanya sepanjang 15,7 km.
Selain MRT ada lagi proyek LRT(Light Rapid Transit) Jabodetabek yang disepakati nilai total proyek LRT adalah Rp 29,9 triliun.
Proyek tersebut terdiri dari sarana, prasarana, dan IDC (Interest During Construction). Sebelumnya, nilai proyek LRT yang disepakati adalah Rp 31 triliun.
Baca: Makin Ciamik! Tampang Daihatsu Xenia Ini Berubah Jadi Mirip Terios dan Sigra
Pembiayaan proyek dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 25,7 triliun. Sementara itu, PT Adhi Karya (Persero) Tbk membiayai proyek sebesar Rp 4,2 triliun.
Menurut Handi, proyek-proyek pembangunan infrastruktur seperti MRT, LRT dan lainnya hanya sebagai pendukung untuk membuat barang dan jasa menjadi lebih efisien dan kompetitif.
Karena itulah, lanjut Handi, penguatan nilai tukar mata uang dan stabilitas ekonomi secara alamiah akan lebih baik dilakukan dengan cara penguatan ekspor.
"Kita harus bisa mendapatkan surplus dalam perdagangan kita, sehingga current account kita bisa menjadi positif. Kinerja ekspor hanya bisa dilakukan dengan kebijakan industri yang kuat, dimana produksi barang dan jasa kita berorientasi pada ekspor. Sedangkan infrastruktur hanya sebagai pendukung untuk membuat barang dan jasa kita efisien dan kompetitif," ujar Handi.