Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII) Prijono Sugiarto mengatakan pelemahan nilai tukar dialami negara-negara lain, tidak hanya Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, depresiasi Rupiah masih lebih rendah dibandingkan negara sebanding, seperti India, Brazil, Turki dan Rusia.
Faktor menguatnya dolar Amerika Serikat dan pengetatatan likuiditas menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara emerging yang menyebabkan tekanan pada nilai tukar mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Kalau mata uang harus melihatnya mata uang ini bukan hanya Indonesia yang kena, kalau kita ada depresiasi 12 persen semenjak Desember tahun lalu, saya tidak bilang ini normal, ini tentu mengganggu, tapi ini bukan akhir dari dunia,” ujar Prijono, saat ditemui akhir pekan lalu, Jumat (2/11/2018) pada acara Asia Pacific Conference of German Business ke-16 (APK) di Jakarta.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cenderung menguat dan stabil.
Penguatan mata uang garuda dipengaruhi oleh kepercayaan pasar yang terlihat dari aliran modal asing yang masuk di Surat Berharga Negara sekitar Rp 1,9 triliun sepanjang pekan ini.
“Kepercayaan pasar terlihat dari aliran modal asing yang masuk di Surat Berharga Negara (SBN) sekitar Rp 1,9 triliun pada minggu ini,” kata Perry Warjiyo di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Baca: Pretty Asmara Meninggal, Permintaan Terakhir hingga Pengakuan Vicky Prasetyo
Sementara itu, aliran modal asing yang sudah masuk ke SBN sejak awal tahun 2018 mencapai Rp 28,9 triliun. Respon kepercayaan pasar terhadap langkah kebijakan Indonesia turut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kepercayaan internasional terhadap langkah kita bersama pemerintah untuk pendalaman pasar jadi faktor yang mendorong penguatan rupiah,” jelasnya.
Selain itu, untuk memperkuat Rupiah, Bank Indonesia juga telah menjalankan transaksi Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) pada awal November sebagai salah satu instrumen di pasar valas yang bisa digunakan oleh perbankan, korporasi, dan pelaku pasar keuangan selain instrumen spot dan swap.
Diketahui, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, ditutup menguat ke posisi Rp 15.087 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.127 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Rupiah menguat 3 poin ke posisi Rp 15.089 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 15.195 per dolar AS.
.