TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institut Atsiri Universitas Brawijaya Malang sukses mengembangkan riset minyak atsiri dari skala laboratorium menjadi skala industri.
Dari berbagai riset yang selama ini dilakukan mulai mampu membawa komoditi minyak atisiri menjadi produk hilir yang memberi nilai ekonomi lebih tinggi. Jika dikembangkan dalam skala besar, inovasi ini mampu memberi nilai tambah bagi petani pembudidaya.
Kabar itu mengemuka di acara Focus Group Discussion yang digelar Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi bersama Martah Tilaar Foundation di Kampoeng Djamoe Organik Martha Tilaar di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (30/11/2018).
Dalam paparannya, Profesor Candrawati dari Universitas Brawijaya mengemukakan, Institut Atsiri Universitas Brawijaya Malang berhasil mengembangkan penyulingan minyak atsiri dengan metode ekstraksi.
Inovasi ini dimulai sejak dari hulu dengan penyiapan luasan lahan siap tanam dengan memanfaatkan lahan marginal hingga penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.
Di tingkat tengah, Institut Atsiri Universitas Brawijaya Malang membuat desain dan konstruksi alat penyulingan dengan memaksimalkan rendemen dan kadar komponen aktif tinggi.
Baca: Enam Produk Perawatan Kendaraan Genuine Ini Bikin Mobil Mitsubishi Selalu Oke dan Kinclong
Termasuk di dalamnya teknologi kondensasi dan separasi minyak hasil penyulingan dan pengolahan limbah sulingan. Hasil akhirnya adalah berupa bank atsiri.
Di bagian hilir, Institut Atsiri Universitas Brawijaya Malang sedang membuat studi kelayakan untuk membuat ekstrak atsiri hasil sulingan menjadi produk-produk fungsional bernilai tambah tinggi.
Berdasar hitung-hitungan, investasi yang dibutuhkan untuk pembukaan lahan 60 ha dan lahan inti untuk bahan baku minyak atsiri, dibutukan dana Rp 23,53 miliar deengan potensi hasil budidaya 2 kali panen Rp 183 juta dan potensi memperoleh hasil bibit 2 ha senilai Rp 251,440 juta.
Sementara dari luasan areal budidaya ini, potensi hasil suling minyak atsiri yang bisa didapat adalah 1800 ton 2 kali panen senilai Rp 1,846 miliar. Potensi hasil netto per tahun dari 60 ha lahan budidaya ini mencapai Rp 2,281 miliar dan potensi return of investment (RoI) 10,31.
Untuk nursery, Institut Atsiri Universitas Brawijaya Malang saat ini memiliki mother plant berlokasi di Blitar dengan unit suling berlokasi di Kesamben, Blitar.
Permintaan Tinggi
Kilala Tilaar dari Martha Tilaar Foundation mengatakan, kebutuhan minyak atsiri oleh industri di Indonesia saat ini sangat tinggi. "Sebanyak 45 persen kebutuhan minyak atsiri kita masih impor. Untuk minyak nilam saja kita masih impor dari Singapura," ungkap Kilala Tilaar.
Martha Tilaar sendiri saat ini membina 400-an petani dari berbagai daerah seperti Poinorogo dan Sukabumi. Mereka sudah dididik tentang metode budidaya tanaman bahan baku atsiri yang benar melalui serangkaian pelatihan di kebun milik Martha Tilaar seluas 10 ha di Cikarang.