Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ekonom PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Wisnu Wardana menyatakan, harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubdisi tetap akan dinaikkan meski ada risiko pergantian pemerintahan di 2019.
Asumsi tersebut didasarkan pada harga minyak mentah dunia yang terus meningkat.
“Kami lihat harga minyak dalam konsidi merangkak ke level rata-rata 70 dolar AS per barrel,” kata Wisnu, Kamis (6/12/2018) saat memaparkan Proyeksi Ekonomi 2019 di Menara Damanon, Jakarta.
Pemerintah juga telah mematok harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada tahun 2019 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 rata-rata di level 70 dolar AS per barrel.
Target itu ditetapkan seiring dinamika harga minyak mentah dunia. Beberapa faktor yang diperkirakan memengaruhi harga minyak mentah dunia dan ICP pada 2019 antara lain, kondisi geopolitik global, peningkatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global, dan penggunaan energi alternatif.
Dijelaskan Wisnu, untuk kepastian kapan waktu untuk menaikkan BBM masih akan ditentukan dari hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Baca: Ekonom: Siapa Pun Pemenang Pilpres, Harga BBM dan Tarif Listrik akan Naik
“Waktunya (menaikkan) tergantung dari hasil Pemilu. Jika yang sekarang (petahana) pasti langsung dinaikkan jika menang.
Namun, jika yang terpilih adalah calon presiden nomor urut 02, kenaikkan BBM bisa dilakukan pasca inaugurasi, yakni pada Oktober 2019.
Lebih lanjut, Wisnu memprediksi, di tahun depan bahan bakar minyak nonsubsisi bakal dinaikkan sebesar Rp 500 per liternya. Hal itu, kata dia akan memberikan andil inflasi sebesar 0,7 persen.
Menurutnya, di tahun depan, ekonomi Indonesia masih akan digerakkan oleh sektor konsumsi. “Konsumsi rumah tangga akan menjadi faktor utama yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2019,” tukasnya.