Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM - Satuan Tugas Kapal Pesiar (Task Force Cruise) bersama Pelindo I melakukan benchmarking ke Terminal Cruise Penang Port, Malaysia Selasa, (5/3/2019).
Selain peninjauan dalam rangka melihat langsung operasional pengelolaan pelabuhan cruise dan kondisi infrastrukturnya, kunjungan yang diinisiasi oleh Pelindo 1 ini bertujuan untuk mewujudkan rencana kerja sama dengan Penang Port.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut Rapat Koordinasi Pengembangan Potensi Jalur Cruise dan Ferry Penang – Belawan.
Selain tinjauan lokasi, Task Force Cruise dan Pelindo I juga melakukan audiensi dengan Konjen RI di Penang, Malaysia.
Dalam kesempatan itu, Asisten Deputi (Asdep) Infrastruktur Pelayaran, Perikanan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang juga Ketua Task Force Cruise Rahman Hidayat mengatakan pengembangan jalur Penang-Belawan ini sangat penting untuk meningkatkan kunjungan wisatawan lewat kapal pesiar (cruise) serta mendorong perekonomian daerah.
Apalagi, kata Asdep Rahman, Penang Port saat ini merupakan pelabuhan hub terbesar kedua setelah Singapura untuk tingkat Asia Tenggara.
“Kita semua harus bekerja bersama-sama untuk mendukung pertumbuhan jumlah kunjungan cruise ke wilayah Sumatera Utara,” kata Asdep Rahman Hidayat saat meninjau Pelabuhan Penang.
Baca: Kapal Kargo Berbendera Rusia Tabrak Kapal Pesiar dan Jembatan di Korea Selatan
Asdep Rahman mengatakan, selama ini ada tiga faktor utama yang menjadi hambatan di sektor bisnis kunjungan kapal pesiar ke Indonesia ini.
Pertama adalah masalah infrastruktur, mulai dari kondisi pelabuhan pelabuhan yang sangat terbatas tidak memenuhi standar kapal wisata (kedalaman alur navigasi, kolam labuh, area putar, tempat sandar, terminal penumpang, dan lain-lain).
Kedua, masalah tarif pelabuhan mulai dari biaya sandar, biaya jasa pandu laut, biaya jasa charge pelabuhan (a.l. air bersih, BBM, dll) yang tarifnya dirasa cukup mahal dibandingkan Negara tetangga lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam dan lainnya.
“Yang ketiga adalah regulasi atau peraturan yang tidak konsisten dan belum sinkron di antara para pihak pengambil kebijakan terkait dibidang pelayanan untuk kapal Cruise,” ujarnya.