TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, investasi sering disalahpahami sebagai sesuatu yang membutuhkan modal besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hingga bulan Mei 2018 terdapat 190,5 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, hanya 17,8 persen atau sekitar 33,9 juta penduduk yang setidaknya memiliki satu rekening bank.
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai dengan bulan Juli 2018 jumlah investor Reksa Dana di Indonesia baru mencapai sekitar 820.000 orang.
Tingkat inklusi keuangan yang masih rendah ini akhirnya membuat masyarakat kehilangan banyak peluang, terutama dalam mempersiapkan masa depan.
Akan tetapi, hal tersebut akan segera berubah.
“Tidak banyak yang mengetahui bahwa mereka sebenarnya dapat mulai berinvestasi dari jumlah uang yang kecil, tanpa harus mengubah gaya hidup mereka,” ujar Melinda N. Wiria, Chief Executive Officer Raiz Invest Indonesia di Jakarta.
Ia mencontohkan, uang receh yang didapatkan dari kembalian belanja mereka setiap hari.
Baca: Berprinsip Syariah, Sukuk Bisa Jadi Opsi Investasi
Biasanya, banyak yang hanya menyimpan uang receh tersebut di dalam stoples atau celengan, dan seiring berjalannya waktu, tanpa terasa uang yang terkumpul ternyata cukup signifikan jumlahnya.
"Berinvestasi dengan uang receh, dengan kata lain, sebenarnya memungkinkan mereka untuk mewujudkan mimpi mereka,” katanya.
Melalui aplikasi Raiz, pengguna dapat mengumpulkan uang receh dan menginvestasikannya secara otomatis di pasar modal.
Diluncurkan dengan nama Acorns di Australia pada Februari 2016, aplikasi ini kemudian berganti nama menjadi Raiz Invest pada April 2018.
Hingga Januari 2019, aplikasi Raiz di Australia telah diunduh sebanyak lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175.000 pengguna aktif.
Cara kerja aplikasi Raiz Invest adalah dengan mengumpulkan uang receh pengguna yang diperoleh dari selisih pembelanjaan.