TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pameran Indonesia Internasional Furniture Expo (IFEX) 2019 memiliki peran yang cukup besar dalam membantu para exhibitor meningkatkan penjualan, mendorong promosi, serta memperluas pangsa pasar mereka.
Kehadiran buyers dan visitors dari berbagai negara di dunia merupakan potensi besar yang harus dimanfaatkan oleh para exhibitor. Salah satunya dengan menampilkan berbagai produk terbaik yang mereka miliki yang sesuai dengan ekspektasi pasar, terutama produk-produk yang memiliki kualitas ekspor.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Ir. Soenoto mengatakan dari tahun ke tahun pihaknya selalu mendorong para pengusaha yang berada di bawah HIMKI untuk menampilkan produk-produk terbaik mereka di ajang IFEX.
"Gunakan kesempatan ini untuk membuka peluang pasar baru karena IFEX selalu dihadiri oleh buyers dari luar negeri yang mencari produk-produk berkualitas dengan desain unik dan karakteristik yang tidak ditemui di negara lain,” ungkap Soenoto.
Selain memperlihatkan pertumbuhan industri furnitur dan kerajinan Indonesia, IFEX berperan penting dalam mempertemukan buyers dengan exhibitor sekaligus membuka jalan untuk kerjasama bisnis. Para pelaku industri dalam negeri bisa menjadi supplier produk-produk furnitur bagi buyers internasional terutama negara-negara yang sulit mendapatkan produk furnitur dan kerajinan berkualitas.
Hal yang sama dikatakan George, pemiliki Art Production yang fokus pada kerajinan dekorasi tembok yang telah menjangkau hampir seluruh benua, bahwa penjualan tertinggi di Eropa sebesar 60 persen dari pasar mancanegara.
Sementara booth Bahama dan Swastama yang fokus pada produk kursi menjelaskan bahwa pasar Eropa menjadi pangsa pasar terbesar produk mereka.
Mereka menyatakan masyarakat Eropa lebih mengerti bahan baku dari produk-produk Indonesia. Para peserta IFEX 2019 umumnya mengakui bahwa penjualan produk mereka meningkat setelah mengikuti IFEX seperti tahun-tahun sebelumnya. Secara umum, pasar Eropa masih mendominasi tujuan ekspor furnitur dan kerajinan Indonesia.
Buyers yang hadir pada IFEX 2019 selain dari industri furnitur juga berasal dari industri lain seperi perhotelan, pariwisata, dan lain-lain. Walter Tan, buyers asal Australia, menyatakan penyelenggaraan IFEX sangat membantu dirinya yang bekerja di sektor perhotelan.
Ia hadir untuk memenuhi kebutuhan hotel seperti kerajinan sendok dan garpu dari kayu, produk outdoor serta dekorasi penunjangnya. Keragaman produk yang dihadirkan IFEX sangat membantu pihaknya dalam memilih produk terbaik untuk hotelnya.
Robin, buyers dari Jerman yang juga menggeluti desain produk, menyatakan IFEX menjadi salah satu destinasi bagi buyers untuk mendapatkan produk mebel dan kerajinan berkualitas. Ia terutama menyukai produk kerajinan Indonesia, seperti lampu dengan anyaman. Ia juga memberikan masukan dalam hal desain yang menurutnya masih perlu ditingkatkan lagi.
Ronny dan Pritam, buyers dari Malaysia, menyoroti masalah harga dari produk-produk yang ditampilkan. Mereka berharap harga produk Indonesia bisa lebih bersaing dibanding dengan produk-produk furnitur Vietnam dan China.
Eduard perwakilan buyers dari Amerika Serikat mengatakan, “Saya menikmati IFEX 2019 karena dapat bertemu dengan supplier dan sesama buyers dari negara berbeda. Penyelenggaraan IFEX 2019 sudah terorganisasir dengan baik, produk-produk yang dihadirkan merupakan produk berkualitas terbaik,” ujar Eduard.
HIMKI Harapkan Regulasi yang Lebih Mendukung
Kehadiran Presiden Jokowi pada hari ketiga IFEX 2019 kemarin menambah keyakinan exhibitor dan buyers akan dukungan pemerintah bagi pertumbuhan industri furnitur dan kerajinan Indonesia. Mereka percaya, industri furnitur dan kerajinan Indonesia akan lebih berkembang dengan dukungan pemerintah.
Pada sesi konferensi pers di hari ke-4 IFEX 2019, Soenoto kembali menegaskan masih adanya peraturan pemerintah yang memberatkan industri. Menurutnya masih ada sekitar 42 ribu peraturan yang membebani industri dan dia berharap pemerintah bisa memangkas peraturan tersebut agar industri furnitur dan kerajinan bisa terus berkembang.
Salah satu regulasi yang menjadi sorotan HIMKI adalah Surat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Menurut Soenoto SVLK sebaiknya ditiadakan karena akan membebani pelaku bisnis.
“Pemerintah seharusnya menghilangkan SVLK untuk menumbuhkan industri furnitur. SVLK telah menghambat pertumbuhan industri furnitur Indonesia, SVLK cukup di hulu bukan di hilir karena industri hilir hanya sebagai user,” jelas Soenoto.
Selain masalah regulasi, HIMKI juga meminta kepada pemerintah untuk membantu memberikan pelatihan kepada anggota HIMKI dalam hal pengembangan industri furnitur dan desain produk. HIMKI berharap program pelatihan dan pengembangan tersebut bisa melibatkan BPPT karena lembaga ini diyakini dapat membantu UKM furnitur Indonesia dalam hal penerapan teknologi terkini.
Pelibatan teknologi akan membuat produk furnitur dan kerajinan Indonesia semakin berkualitas dan mampu bersaing dengan produk mancanegara.
Soenoto mengingatkan bahwa kebanyakan pelaku bisnis furnitur dan kerajinan Indonesia merupakan pengusaha kecil yang selalu butuh pendampingan dalam hal perluasan pasar dan modal usaha. Sebagai pengusaha kecil, mereka masih belum paham kemana produk mereka akan dijual serta permodalan mereka yang masih minim. Industri mebel dan kerajinan merupakan industri potensial untuk menghasilkan pendapatan negara dan mengurangi angka pengangguran.
“Jika pemerintah mampu memenuhi permintaan tersebut, maka tidak lama lagi industri ini akan bisa tumbuh dua digit seperti pernyataan Presiden Jokowi saat berkunjung ke IFEX 2019,” tutur Soenoto.