Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Terletak di ujung Utara pulau Sumatra, provinsi Aceh memang diketahui memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, dua diantaranya adalah potensi lokal seperti kopi dan minyak atsiri.
Kopi Aceh dianggap sebagai salah satu jenis kopi yang terkenal cita rasa dan keharumannya.
Begitu pula minyak atsiri yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan parfum kelas dunia.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza pun menyinggung dua potensi sumber daya alam yang dimiliki Aceh itu, dalam kuliah umumnya di Auditorium FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Aceh, Kamis (4/4/2019).
Dalam materi bertajuk 'Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Era 4.0 untuk Menghela Pertumbuhan Ekonomi Aceh' itu, di hadapan civitas akademisi kampus, ia menyampaikan misi lembaga yang dipimpinnya pada lawatan kali ini.
Baca: Sandiaga: Insya Allah, Kemenangan Ini Semakin Dekat
Hammam menjelaskan, BPPT melirik potensi lokal yang dimiliki Aceh dan ingin memberdayakannya melalui pemanfaatan teknologi.
Ia pun menyebutkan potensi yang dimiliki Aceh mengacu pada produk pangan seperti kopi yang tidak hanya bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya melalui peningkatan ekonomi skala lokal.
Namun juga meningkatkan jumlah produksi dan kualitas komoditas satu ini agar memiliki nilai ekonomi tinggi.
Selain itu, pemanfaatan teknologi dan inovasi dalam pembuatan mesin roasting kopi juga diharapkan menjadi 'pemantik' untuk menambah geliat pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut ke arah yang lebih positif.
"Ini perlu dikuatkan seperti halnya membangun masyarakat dalam meningkatkan produktivitas kopi, membuat mesin roasting kopi,"ujar Hammam, dalam kuliah umumnya.
Bahkan Aceh juga bisa mencetak generasi milenial pengusaha kopi, karena peminat produk satu ini memang sangat banyak.
"Hingga memberdayakan generasi millenial serta kalangan santri untuk menjadi pengusaha kopi," tegas Hammam.
Selain kopi, sumber daya alam lainnya yang ia soroti adalah minyak atsiri.
Perlu diketahui, minyak satu ini merupakan komponen utama yang sangat potensial nilai ekonominya.
Hal itu karena atsiri menjadi bahan baku dalam pembuatan parfum dan mayoritas negara di dunia menggunakannya dalam industri kosmetik, khususnya parfum.
90 persen minyak atsiri disebut-sebut berasal dari minyak nilam Aceh.
Hammam pun berharap agar Aceh bisa menjadi salah satu provinsi percontohan yang memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan pembudidayaan minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi itu.
Selain itu, mantan Deputi bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT tersebut juga menyampaikan harapannya agar para milenial maupun masyarakat Aceh lainnya juga bisa membangun perusahaan start up yang berfokus pada bisnis perfumery atau wewangian.
"Kita perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan budidaya (minyak atsiri) dan menghasilkan perusahaan pemula berbasis teknologi bidang pewangi dan perfumery," jelas Hammam.
Perintisan bisnis berbasis teknologi digital itu, kata dia, akan diperkuat dengan adanya sistem inovasi yang dikembangkan khusus untuk kedaerahan.
Dalam sistem itu, BPPT akan mengambil peran bersama lembaga pendidikan lokal untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi demi menjawab tantangan di era Revolusi Industri 4.0.
"Yang mana ini akan dikuatkan oleh sistem inovasi daerah, yang menggabungan BPPT dari sisi pemerintah maupun akademik, untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi," kata Hammam.