Tapi yang pasti holding ini dinilai agar bisa mengehemat pengeluaran sekaligus meningkatkan profesionalitas para BUMN.
Sebab sering kali BUMN kerap mengalami double cost.
Pada sektor perusahaan pertambangan yang sering kali memiliki bidang usaha atau bisnis serupa namun sama-sama mengeluarkan biaya untuk keperluan yang sebenarnya bisa dikonsolidasikan.
Misalnya, holding migas untuk kebutuhan alat berat sebetulnya masih bisa saling pinjam jika dibutuhkan jadi tidak perlu masing-masing harus punya.
Vice President Corporate Communication PT Angkasa Pura II, Yado Yarismano juga mengaku sudah mengetahui rencana pemerintah ini.
Bahkan, sudah ada beberapa kali rapat untuk membahas hal ini.
"Sudah ada beberapa kali rapat tapi masih awal," tutur Yado Yarismano.
Begitu juga dengan Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura I Handy Heryudhitiawan mengatakan sudah mengetahui siapa saja saja calon-calon perusahaan BUMN di holding ini.
"Dari kami lebih mengikuti proses saja," katanya.
Namun yang jelas, holding penerbangan ini dimaksud agar pengembangan di sektor penerbangan itu bisa lebih terstruktur dan fokus.
Apalagi, saat ini pemerintah memiliki fasilitas-fasilitas untuk meningkatkan aksesbilitas, terutama di bandara.
Fasilitas itu saat ini sudah terintegrasi, mulai dari kereta bandara, skytrain, Airport Operation Command Center (AOCC) dan Sub Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 KV, serta Power Station 2 dan 3.
Mengenai hal ini Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid menyebut, seharusnya Menteri BUMN Rini tidak perlu merencanakan holding BUMN penerbagan ini di tengah keadaan saat ini.
"Seharusnya, Bu Menteri tahu saat ini penerbangan masih menjadi sorotan tiket mahal dan keadaan utang Garuda yang belum terselesaikan," jelas dia.