TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Juni 2019 memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga BI - 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) pada level 6%.
Meski demikian ekonom memprediksi BI terbuka menurunkan suku bunga acuan dua kali pada tahun ini.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, keputusan bank sentral tersebut cukup tepat. Pasalnya, kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia masih rentan mengalami pelebaran defisit di sepanjang sisa tahun ini.
Kian lemahnya permintaan global berdampak pada kinerja ekspor Indonesia yang makin tertekan. “Jadi kita masih sangat bergantung pada aliran dana asing dan yang diandalkan adalah investasi portofolio,” ujar David kepada Kontan.co.id, Kamis (20/6).
Oleh karena itu, lanjut David, posisi suku bunga acuan sangat penting untuk memastikan aset-aset portofolio dalam negeri memiliki imbal hasil yang menarik, yaitu memiliki spread yang cukup tinggi dibandingkan aset-aset di luar negeri.
Di sisi lain, David meyakini BI masih memantau perkembangan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS),The Fed.
Baca: Gubernur BI Buka Peluang Turunkan Suku Bunga Acuan
Selain itu, BI juga dinilai masih akan mengamati arah perkembangan perang dagang antara AS dan China maupun negara lain seiring dengan rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jin Ping dalam pertemuan G-20 di Osaka akhir Juni nanti.
Adapun, David memandang, kebijakan BI melonggarkan rasio giro wajib minimum (GWM) menjadi salah satu langkah penyeimbang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“BI menurunkan GWM untuk meningkatkan likuiditas agar permintaan domestik juga tetap meningkat. BI menyadari sumber pertumbuhan dari ekspor dan investasi tidak begitu bisa diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini,” tutur David.
Lebih lanjut, BI diproyeksi akan menurunkan suku bunganya paling cepat pada Juli mendatang. David memandang, ini sejalan dengan probabilitas penurunan suku bunga The Fed yang juga diestimasi sudah mencapai 50%.
Menurut David, ada kemungkinan BI menurunkan suku bunga acuan sebanyak dua kali di semester kedua nanti, masing-masing sebesar 25 bps. “Kemungkinannya penurunan suku bunga di bulan Juli dan September,” pungkasnya.
Arah kebijakan suku bunga BI tersebut sejalan dengan ekspektasi pasar. Hal ini tampak dari penguatan nilai tukar rupiah pada penutupan pasar hari ini. Kendati begitu, David memperkirakan, kurs rupiah masih cukup rentan melemah akibat isu-isu eksternal.
“Arus modal portofolio masih bisa fluktuatif akibat sentimen luar. Nilai tukar rupiah setidaknya bergerak dalam rentang Rp 14.000-Rp 14.500 hingga akhir tahun,” ujar David.