TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengawali pekan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kemabli menguat. Jakarta interbank spot dollar rate (Jisdor) Senin (15/7/2019) menguat 0,82 persen ke Rp 13.970 per dollar AS.
Sementara rupiah di pasar spot naik 0,63 persen menjadi Rp 13.920 per dollar AS.
Ini adalah level terkuat rupiah sejak Februari lalu.
Banjir berita positif membuat rupiah mampu melaju bahkan menjadi mata uang terkuat di Asia.
Termasuk berita positif mengenai pertemuan presiden terpilih Jokowi dengan rivalnya di Pilpres Prabowo Subianto Sabtu lalu.
Baca: Ini Isi Surat Prabowo yang dikirim ke Amien Rais dan Presiden PKS Jelang Bertemu Jokowi
Namun, sampai kapan rupiah bisa mempertahankan lajunya?
Analis HFX Internasional Berjangka, Ady Phangestu menilai, jika dilihat dari sisi teknikal, pelemahan rupiah bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Pelemahan rupiah bisa terjadi, hanya mungkin butuh waktu sekitar sepekan menuju level Rp 14.000 per dollar AS, Rp 14.100 per dollar AS, dengan tahanan lanjutan ke level Rp 14.200 per dollar AS," kata Ady seperti dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (16/7/2019).
Menurut Ady, berbagai sentimen fundamental masih akan menggerakkan kurs rupiah terhadap dollar AS.
Seperti pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve Jerome Powell dini hari nanti.
Powell akan memberikan pernyataan mengenai pandangannya terhadap kondisi perbankan di Negeri Paman Sam tersebut.
Ditambah lagi, kondisi perekonomian global masih dalam roda perlambatan.
Sehingga, untuk prospek nilai tukar, Ady mengungkapkan bahwa kebanyakan pelaku pasar masih berpegang pada empat jenis mata uang, yakni dollar Kanada, yen Jepang, Swiss franc dan rupiah yang dianggap cukup stabil.
"Rupiah cukup kuat untuk berada di posisi Rp 13.800 per dollar AS hingga Rp 14.000 per dollar AS. Saya pikir akan berlaku dalam pekan ini, dengan kemungkinan pelebaran sekitar 100-200 poin," ucap Ady.
Untuk jangka pendek, keempat mata uang tersebut masih layak untuk dikoleksi oleh pelaku pasar.
Sedangkan untuk jangka panjang, Ady menyarankan investor untuk menunggu kebijakan The Fed di akhir Juli nanti.
Sementara dari fundamental domestik, Ady menilai belum ada event ataupun sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah secara signifikan.
Untuk saat ini, pelaku pasar juga masih memegang aset yang kurang berisiko, seperti pada komoditas hingga surang utang negara.
Sedangkan minat untuk melirik currency di pekan ini kecenderungan akan berkurang.
Ady menilai, Bank Indonesia belum akan memangkas suku bunga acuan dalam waktu dekat, diikuti output dan input ekonomi dalam kondisi sehat. "Hanya saja, yang sedikit mengganggu mungkin tingkat pengangguran.
Sedangkan secara triwulanan, ekonomi Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan PDB sebanyak 5,07 persen dan ini angka yang tinggi," kata dia.
Adakah pengaruh pertemuan Jokow-Prabowo?
Pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto pada Sabtu (13/7) nampaknya benar-benar menjadi suplemen bagi rupiah. Pada hari Senin (15/7) rupiah jadi mata uang paling kuat di Asia.
Mata uang Garuda juga lebih tangguh dibanding sejumlah mata uang negara Asia lain di hadapan USD.
Ringgit Malaysia misalnya menguat 0,12%. Sedangkan dollar Singapura menguat tipis 0,03%.
Sejumlah mata uang Asia lain juga ikut menguat jelang siang ini yakni rupee India, bath Thailand, dan won Korea Selatan. Sedangkan yen Jepang dan dollar Hong Kong melemah di hadapan dollar AS.
Analis Monex Investindo Faisyal mengungkapkan faktor yang menyebabkan rupiah menguat lebih banyak berasal dari dalam negeri.
Dari faktor domestik, Faisyal mengungkapkan pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto di akhir pekan lalu memberi dorongan paling besar terhadap penguatan rupiah di pagi ini.
"Paling tidak meredakan ketegangan politik sehingga investor cukup yakin perkembangan ekonomi akan berjalan cukup kondusif juga," ujar Faisyal.
Sependapat, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim juga menyebutkan dampak pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo merupakan yang utama dalam memberi pengaruh terhadap pergerakan rupiah.
Selain itu, Ibrahim juga menyebutkan adanya dampak dari pidato Presiden Jokowi terkait visi Indonesia, Minggu (15/7) malam.
"Pidato Jokowi kemarin luar biasa karena akan fokus terhadap infrastruktur jadi sesuai dengan program saat pilpres. Ini memang sedikit mengangkat sentimen positif terhadap pergerakan rupiah," ujar Ibrahim.