TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) meralat ucapannya soal pembayaran kompensasi kepada masyarakat yang terdampak pemadaman listrik dengan cara memotong gaji karyawannya.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Raharjo Abumanan mengatakan, pihaknya tak akan memotong gaji karyawannya. Namun, pihaknya hanya akan memangkas bonus bagi para karyawannya.
“Mohon maaf saya meluruskan, PLN itu ada bonus setiap pegawai terhadap kinerjanya. Kalau kinerja penjualan tidak tercapai termasuk saya, itu akan terdampak bonusnya. Dan hitunganya 6 bulan, bukan dipotong, pencapaian indeks terkoreksi," ujar Djoko di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Menurut Djoko, tiap karyawan akan mendapatkan bonus. Adapun bonus tersebut dihitung berdasarkan kinerjanya selama enam bulan. Jika kinerjanya tak bagus, maka otomatis bonus yang diterima karyawannya tak sebesar jika kinerjanya masuk dalam kategori baik.
“Bonus ini kan pendapatan di luar gaji yang dibawa pulang, ini yang terkoreksi," kata Djoko.
Baca: Imbas Listrik Padam, Dirut PLN dan Menteri BUMN Digugat Rp 40 Triliun ke Pengadilan
Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membayarkan ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik yang terjadi pada Minggu (4/8) lalu.
Tak hanya pegawai, sebelumnya PLN juga menyatakan jajaran direksi pun bakal terdampak pemotongan gaji.
"Kalau kaya gini nih, kemungkinan kena semua pegawai," ujar Djoko.
Djoko pun menjelaskan, bukan gaji pokok pegawai yang akan dipangkas, namun insentif kesejahteraan.
"Di PLN itu ada married order, kalau kerjanya enggak bagus potong gaji. P2nya diperhitungkan. P1 gaji dasar, P2 ini kalau berprestasi dikasih," ujar dia.
Adapun untuk pembayaran ganti rugi tersebut, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut. Sebab, kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
"Enak aja kalo dari APBN ditangkep, enggak boleh. APBN itu untuk investasi, subsidi, itu (pembayaran ganti rugi) operasi," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PLN: Kami Tak Memotong Gaji, Tapi Bonus Karyawan"
Serikat Menolak
Sebelumnya, Serikat pekerja Perusahaan Listrik Negara ( PLN) memandang wacana pemangkasan gaji karyawan untuk menutup kompensasi ke pelanggan, tidak bisa diterima.
Pasalnya, keputusan itu dinilai merugikan perasaan para pekerja yang selama ini telah mengabdi di PLN.
"(Jika) wacana itu diwujudkan jelas melanggar. Kalau terjadi pemotongan gaji itu melanggar undang-undang. Kami tidak setuju, itu melanggar Undang-undang, melanggar hak," kata Ketua Umum Serikat pekerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eko Sumantri kepada Kompas.com, Selasa (7/8/2019).
Eko menuturkan, pihaknya sangat keberatan terkait wacana pemotongan gaji untuk menutup ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) lalu.
Karena itu, ia pun meminta manajemen atau direksi PLN untuk menyampaikan dan membahas rencana tersebut. Sehingga tidak timbul masalah baru di kemudian hari.
"Belum ada pembicaraan. Kalau saya baru baca-baca di media saja, belum ada pertemuan dengan kami (serikat pekerja)," tuturnya.
Kendati demikian, Eko tidak menyebutkan dan menjelaskan Undang-undang mana yang dimaksud. Sehingga kebijakan yang akan diambil oleh PLN itu disebut melanggar.
Baca: Tegaskan Tak Ada Pemotongan Gaji Karyawan PLN untuk Bayar Kompensasi, Sripeni: Mari Fokus Bekerja!
Masih Berpikir Positif
Hingga kini Serikat Pekerja PLN masih bersikap positif atas keputusan yang dipilih pejabat PLN terkait rencana pemangkasan gaji karyawan itu. Mereka akan terus menantu perkembangan terkait hal ini.
"Saya masih berpikir positif, bahwa manajemen itu akan tetap berkomunikasi dengan kami. Mudah-mudah itu cuma spontanitas aja, sikap dari yang bersangkutan (manajemen). Karena panik," paparnya.
Dia juga meyakini dan sangat percaya bahwa manajemen PLN tidak akan mengorbankan karyawannya. Meskipun punya tanggung jawab untuk memberikan kompensasi yang terbilang besar kepada pelanggan yang terdampak padamnya listrik beberapa waktu lalu.
"Masalah ganti rugi, kompensasi ada diatur dalam peraturan undang-undang, itu kan antara perusahaan dengan (pelanggan), masa perusahaan menumbalkan pegawainya? enggak boleh itu. Perusahaan kan punya punya pemerintah, artinya harus ada keterlibatan pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut.
Sebab, kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
"Enak aja kalo dari APBN ditangkap, enggak boleh," ujar Djoko Rahardjo Abumanan ketika ditemui di kawasan DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Menurut Djoko, APBN itu digunakan untuk investasi, subsidi. Pembayaran ganti rugi itu menggunakan biaya operasi.
Djoko pun menjelaskan, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi kepada pelanggan. Salah satunya dengan cara memangkas gaji karyawan.
Baca: Tegaskan Tak Ada Pemotongan Gaji Karyawan PLN untuk Bayar Kompensasi, Sripeni: Mari Fokus Bekerja!
Potong gaji karyawan
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membayarkan ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) lalu.
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut.
Sebab, kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
"Enak aja kalo dari APBN ditangkap, enggak boleh," ujar Djoko Rahardjo Abumanan ketika ditemui di kawasan DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Menurut Djoko, APBN itu digunakan untuk investasi, subsidi. Pembayaran ganti rugi itu menggunakan biaya operasi.
Djoko pun menjelaskan, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi kepada pelanggan.
Salah satunya dengan memangkas gaji karyawan.
Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.
"Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," ujar dia.
Dia pun menjelaskan, pemangkasan gaji yang dimaksudkan adalah dari insentif kesejahteraan karyawan.
Walaupun demikian, Djoko belum bisa memastikan berapa besar peran dari pemotongan gaji tersebut terhadap keseluruhan nilai pembayaran ganti rugi.
Dia juga tidak bisa memastikan apakah dengan cara tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya ganti rugi.
"Bukan cukup tapi karena dampak dari kejadian itu," ujar dia.
Dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Plt Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sripeni Inten Cahyani meminta izin kepada komisi VII DPR.
Izin itu dikemukakan lantaran PLN membutuhkan waktu untuk melakukan investigasi lebih lanjut mengenai penyebab pemadaman massal tersebut.
Pihak PLN pun secara berkala bakal melaporkan hasil investigasi kepada komisi VII DPR.
"Kami sampaikan kepada Komisi VII, kami mohon waktu untuk dilakukan langkah asesmen atau investigasi," ujar Sripeni.
PLN dan DPR sepakat untuk melaporkan hasil investigasi secara berkala kepada Komisi VII.
Hasil investigasi tersebut, ujar Sripeni bakal ditindaklanjuti agar kejadian blackout tidak lagi berulang.
Saat ini, PLN tengah membentuk tim investigasi yang terdiri dari internal PLN dan tim ahli dari luar PLN.
Gaji Direksi juga Dipangkas
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi kepada pelanggan.
Salah satunya dengan memangkas gaji karyawan. Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.
"Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," ujar Djoko di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Tak hanya pegawai, jajaran direksi pun bakal terdampak pemotongan gaji.
"Kalau kaya gini nih, kemungkinan kena semua pegawai," ujar dia.
Djoko pun menjelaskan, bukan gaji pokok pegawai yang akan dipangkas, namun insentif kesejahteraan.
"Di pln itu ada married order, kalau kerjanya enggak bagus potong gaji. P2nya diperhitugkan. P1 gaji dasar, P2 ini kalo berprestasi dikasih," ujar dia.
Adapun untuk pembayaran ganti rugi tersebut, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut. Sebab, kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
"Enak aja kalo dari APBN ditangkep, enggak boleh. APBN itu untuk investasi, subsidi, itu (pembayaran ganti rugi) operasi," ujar dia.
Ada Kontribusi Pemerintah
Pengamat Energi dari Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai, pemotongan gaji karyawan sah-sah saja dilakukan.
“Saya kira sepanjang memang tidak melanggar peraturan, tidak melanggar anggaran dasar, anggaran rumah tangga perusahaan, ya boleh-boleh saja sih,” ujar Marwan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/8/2019) malam.
Namun, menurut Marwan, ada konsekuensi yang harus diterima dari penetapan kebijakan ini. Misalnya, penolakan karyawan.
“Oleh sebab itu, kalau nanti karyawannya mau nuntut, bisa saja nuntutnya ke luar. ‘Wah kami kan hanya menjalankan perintah atasan. Atasannya mendapat intervensi dari luar, kok kami jadi korban’, misalnya,” jelas dia.
Kesalahan berbagai pihak
Marwan menilai, blackout yang terjadi 4 Agustus 2019 terjadi tidak hanya karena kesalahan teknis pegawai PLN di lapangan.
“Sebetulnya kan kejadian kemarin tidak bisa 100 persen ditimpakan ke karyawan. Ada kontribusi manajemen PLN, ada kontribusi pemerintah juga,” ucap Marwan.
Secara singkat, Marwan menjelaskan, blackout terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah mulai dari larangan menaikkan tarif listrik dan mewajibkan PLN untuk menerima pasokan listrik swasta dengan skema take or pay.
Kebijakan ini kemudian melahirkan beban bagi PLN karena tidak diimbangi dengan subsidi yang memadai.
Akhirnya, Direksi dan Manajerial PLN harus berpikir ulang, bagaimana agar bisa tetap memproduksi listrik sesuai kebutuhan di tengah keterbatasan finansial yang ada.
Karyawan, suka tidak suka harus melakukan tugas yang diberikan.
Meskipun, mereka tahu ada sesuatu yang tidak sesuai dengan SOP, demi menyesuaikan kebutuhan biaya operasional perusahaan dengan dana yang ada.
“Nah nyatanya kan subsidinya tidak signifikan, artinya kebijakan politik Pemerintah itu juga membuat SOP PLN tidak jalan secara utuh. Kan orang enggak banyak tahu apa yang terjadi pada PLN dengan kebijakan Pemerintah yang populis,” ujar Marwan.
“Kontribusi penguasa itu justru lebih besar kalau saya bilang. Ada oligarki antara penguasa dengan pengusaha yang tidak bisa dilawan PLN,” tambah dia.
Tanggung jawab
Marwan menilai, hal ini terjadi akibat banyak faktor yang satu sama lain memberi peran sama besarnya.
Oleh karena itu, Marwan menilai bukan hanya karyawan yang semestinya menjadi tumbal tunggal atas kerugian yang terjadi.
Manajemen PLN dan pemerintah pantas untuk turut bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
“Saya tidak setuju jika itu hanya ditanggung oleh (karyawan) PLN. Yang punya kebijakan (manajemen) dan kekuasaan (Pemerintah) itu harus juga ikut tanggung jawab, begitu, supaya adil saja,” ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Serikat Pekerja PLN: Jika Gaji Karyawan Dipotong, Itu Melanggar Hak Pekerja""PLN Bakal Pangkas Gaji Karyawan untuk Bayar Ganti Rugi Mati Listrik" , "Tak Hanya Karyawan, Gaji Direksi PLN Juga Bakal Dipangkas" , "Soal Wacana Potong Gaji Karyawan PLN, Pemerintah Dinilai Juga Harus Ikut Tanggung Jawab" dan "Di Australia, Pernah Gratis Listrik Sebulan Gara-gara Mati Listrik Setengah Hari"