News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Dunia Naik, Brent Melonjak Jadi 74,59 Dolar AS Usai Tersengat Stimulus Baru China

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pengeboran minyak

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Reli perdagangan minyak mentah kembali mencatatkan lonjakan harga di tengah berita stimulus moneter dari importir utama China.

Mengutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk perdagangan bulan November terdongkrak naik 69 sen atau 0,93 persen menjadi 74,59  dolar AS per barel, Selasa (24/9/2024).

Mengekor kenaikan minyak Brent,  reli minyak mentah berjangka WTI AS juga ikut meningkat sebesar 74 sen atau 1,05 persen menjadi 71,11 dolar AS barel untuk perdagangan bulan November.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik Tajam, Brent Jadi 74,49 Dolar AS Per Barel

Pergerakan reli minyak dunia ditutup lebih tinggi pada awal pekan ini setelah investor merespon berita tentang stimulus moneter dari China.

"WTI telah naik pagi ini setelah China bergerak untuk menurunkan suku bunga pinjaman utamanya. Pasar minyak mentah telah sangat berharap kepada otoritas China untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut guna melawan perlambatan ekonomi," kata Tony Sycamore, analis pasar di IG.

Dimana Bank sentral atau People's Bank of China (PBOC) baru-baru ini membuat serangkaian pengumuman pelonggaran. Diantaranya pemangkasan rasio cadangan wajib, menurunkan biaya hipotek yang ada, dan mengizinkan dana pinjaman dari bank sentral untuk membeli saham.

Sementara untuk menghidupkan kembali ekonomi yang bergulat dengan tekanan deflasi. Gubernur Pan Gongsheng mengatakan bank sentral akan memangkas rasio persyaratan cadangan bank sebesar 50 basis poin.

PBOC  berdalih langkah-langkah ini dilakukan Beijing untuk mendorong sentimen pasar saham dan pasar perumahan yang beberapa bulan terakhir mengalami sentimen panas hingga memicu perlambatan ekonomi.

“Paket stimulus yang lebih luas dari yang diharapkan yang menawarkan lebih banyak pendanaan dan pemotongan suku bunga menandai upaya terbaru Beijing untuk memulihkan kepercayaan setelah serangkaian data yang mengecewakan menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan struktural yang berkepanjangan,” jelas PBOC .

Baca juga: Polda Jateng Tertibkan Pengeboran Minyak Bermasalah di Blora

Sementara di Timur Tengah, wilayah penghasil minyak utama, militer Israel mengatakan pihaknya melancarkan serangan udara terhadap lokasi Hizbullah di Lebanon hingga menewaskan 492 orang dan membuat puluhan ribu orang mengungsi massal.

"Pasar minyak khawatir bahwa meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut menyeret produsen minyak OPEC itu lebih dekat ke keterlibatan," kata bank ANZ dalam sebuah catatan, mengacu pada Iran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini