Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Didik J Rachbini memandang Indonesia sebagai negara yang berada di kawasan ASEAN harus mengambil langkah strategis mengantisipasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Menurutnya Didik J Rachbini, pemerintah harus menekan CAD (current account defisit/defisit neraca berjalan) agar kejadian krisis moneter 1998 tidak terulang.
Dari catatannya, Indonesia sedang mengalami defisit transaksi berjalan di atas 2 persen dari PDB.
"Menarik juga kalau kita bandingkan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya dalam periode 20 tahun ke belakang," kata Didik J Rachbini.
Negara-negara yang mengalami krisis seperti Indonesia kala itu adalah Thailand, Malaysia, Filipina.
Dua dekade berlalu, Thailand dan Malaysia terbilang sudah pulih dan terus memperbaiki pertumbuhan ekonomi mereka.
Baca: Kuliner Khas Macao Banyak yang Pas Dengan Lidah Orang Indonesia
Baca: Kardus Air Mineral Ternyata Berisi Bayi Laki-laki Tampan Gegerkan Jember
Baca: Hasil MotoGP Inggris 2019 di Sirkuit Silverstone, Alex Rins Menang Dramatis
Didik menilai Indonesia belum mampu memaksimalkan kesempatan usai krisis.
"Indonesia tidak memanfaatkan momentum krisis untuk membangun keunggulan daya saingnya. Sampai saat ini pun defisit neraca berjalan terus membesar jadi tidak bisa tertangani dalam jangka pendek," urainya.
Didik yang juga Founder INDEF melihat sektor investasi, nilai tukar, dan perekonomian Indonesia masih amat rentan terhadap gejolak eksternal perang dagang AS-China.
Jika dilihat secara kawasan, peringkat daya saing Indonesia di wilayah Asia Pasifik masih stagnan seperti tahun 2018 di posisi 11 dari 14 negara.
Sementara itu, di wilayah ASEAN, daya saing Indonesia masih di bawah Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 22), dan Thailand (peringkat 25).
Terpisah, Managing Director LM FEB UI Toto Pranoto menyebutkan terdapat lima tantangan yang masih dihadapi Indonesia di tahun 2019 ini.
Yakni di antaranya stagnannya pertumbuhan ekonomi dan ekspansi kredit; masih kurangnya penguatan industri dasar; inkonsistensi penerapan kebijakan dan penegakan hukum; perlunya peningkatan kompetensi dan keahlian SDM; dan perubahan struktur pemerintahan pasca pemilihan presiden 2019.
“Menjawab tantangan-tangangan ini adalah upaya untuk terus meningkatan daya saing Indonesia,” kata Toto.