Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk dan anak usahanya, PT Citilink Indonesia melakukan pertemuan dengan manajemen PT Sriwijaya Air di kantor Pusat BNI, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).
Pertemuan ini terkait pemberhentian tiga direksi Sriwijaya Air yang tadinya menjabat di Garuda Indonesia. Ketiga pejabat itu yakni Direktur Utama Joseph Adrian Saul, Direktur Human Capital and Service Harkandri M Dahler dan Direktur Komersial Joseph K Tendean.
Pantauan Tribunnews.com, sekira pukul 10.00 WIB sejumlah pejabat kedua belah pihak tiba di kantor Pusat BNI. Di antaranya Direktur Utama Citilink Juliandra Nutjahjo, mantan Dirut Sriwijaya Air Joseph Adrian Saul, Joseph K Tendean selaku mantan Direktur Komersial Sriwijaya Air, Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal, Direktur Keuangan Citilink Esther Siahaan hingga Benny Rustanto.
Mereka menyelesaikan pertemuan sekira pukul 12.00 WIB, dan enggan melakukan wawancara dengan para pewarta. Para pejabat itu keluar dari gedung BNI Pusat melalui pintu yang tak dapat diakses para wartawan.
Untuk diketahui, Pertemuan antara Garuda Indonesia group dengan Sriwijaya Air didasari atas surat pemberitahuan yang diterima kalangan pewarta. Dalam surat itu, ada empat poin yang akan dibahas.
Pertama, Sriwijaya dan PT Citilink Indonesia (Citilink) masih terikat dalam Perjanjian KSM, dan hal ini telah kami tegaskan kembali dalam surat CITILINK/JKTDZQG/LTR-20232/0819 tanggal 16 Agustus 2019 perihal tanggapan atas Perubahan Susunan Direksi dan Dewan Komisarls PT Sriwijaya Air.
Selain itu KSM tersebut dilakukan dalam kerangka penyelesaian hutang-hutang Sriwijaya kepada BUMN antara lain PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF) dan PT Pertamina (Persero) (Pertamina).
Baca: Komisaris Sriwijaya Air Copot 3 Direktur Rangkap Jabatan, Garuda Mengaku Belum Tahu
Kedua, Dalam Pasal 5 Perjanjian KSM yang mengatur hak dan kewajiban Citilink, khususnya ayat 1 (c) yang menyatakan kewajiban Citilink untuk melakukan seleksi atas pengurus Sriwijaya dan anak (group) Sriwijaya.
Ketiga, Dengan memperhatikan butir 1 dan 2 di atas, maka sepatutnya pula Pemegang Saham Sriwijaya terlebih dahulu berkoordinasi dengan Citilink sebelum melakukan tindakan apapun terkait pengurus/manajemen Sriwijaya termasuk penonaktifan Sdr. Joseph Adriaan Saul selaku Direktur Utama Sriwijaya.
Keempat, Bahwa atas hal-hal tersebut di atas, dan atas arahan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia, kami selaku pihak dalam Perjanjian KSM memerlukan penjelasan/klarifikasi atas hal tersebut di atas. Dan dengan demikian agar Perwakilan Pemegang Saham Sriwijaya dapat menghadiri rapat penjelasan yang rencananya juga akan dihadiri oleh perwakilan dari BNI, Pertamina dan GMF
Hingga saat ini, belum diketahui pasti apa hasil dari pertemuan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Garuda Indonesia group mengaku belum mengetahui perombakan yang diputuskan oleh pemegang saham Sriwijaya Air pada Senin (9/9/2019) lalu.
"Sehubungan dengan perubahan pengurus perseroan di Sriwijaya, Garuda Indonesia Group belum menerima pemberitahuan resmi dari pemegang saham SJ," kata VP Corcom Garuda Indonesia Ikhsan Rosan kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2018).
"Manajemen Garuda Indonesia Group meminta SJ untuk bertemu besok Rabu (11/9) untuk meminta penjelasan dan klarifikasi dari SJ," tambahnya.
Ketiga anggota direksi itu menjabat di Sriwijaya Air setelah anak usaha Garuda, Citilink Indonesia melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan Sriwijaya Air.
Joseph Andrian Saul sebelumnya menjabat sebagai General Manager Garuda Indonesia di Bali. Sementara Joseph Tendean sebelumnya menjabat sebagai Senior Manager Anciliary Garuda Indonesia. Kemudian Harkandri M Dahler sebelumnya menempati posisi Direktur Personalia Garuda Maintenance Facility.
Pengangkatan Joseph Andrian Saul, Joseph Tendean, Joseph Tendean dan Harkandri salah satunya untuk membantu struktur organisasi Sriwijaya Air dalam pelunasan utang perusahaan ke BUMN.
Utang itu antara lain ke Pertamina Rp 942 miliar, GMF (Repair dan Maintenance) Rp 810 miliar, BNI Rp 585 miliar (Pokok), Spareparts USD 15 juta, Angkasa Pura II Rp 80 miliar dan Angkasa Pura I Rp 50 miliar.