TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penjualan rokok elektrik di beberapa daerah yang dikabarkan mengalami kenaikan karena dampak kenaikan cukai rokok konvensional, rupanya belum merata di seluruh penjuru nasional.
Pasalnya, kenaikan penjualan rokok elektrik tersebut hanya terjadi di beberapa daerah saja yang memang pentrasinya masih rendah.
Apalagi, kenaikan harga rokok konvensional baru terjadi pada awal 2020 ini. Sehingga kenaikan penjualan rokok elektrik akibat kenaikan harga rokok konvesional masih belum bisa dipastikan.
"Terlalu dini untuk menyebutkan bahwa naiknya harga rokok berdampak terhadap peningkatan penggunaan rokok elektrik. Kalaupun ada peningkatan penjualan, kemungkinan hanya di beberapa toko-toko di daerah saja,” ujar Ketua Asosiasi Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, Senin (20/1/2020).
Kendati demikian, Aryo tetap berharap iklim industri yang kondusif dapat mendorong pertumbuhan industri ini. Menurutnya, meski cenderung baru, industri rokok elektrik yang dikategorikan ke dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sudah dikenakan tarif cukai tertinggi sebesar 57%.
Pengenaan cukai kategori HPTL yang termasuk juga nikotin tempel, produk tembakau yang dipanaskan, dan nikotin cair ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Aryo menilai, sebagai industri baru produk yang termasuk dalam kategori HPTL perlu diberikan insentif agar bergerak dan tumbuh.
“Sebagai industri baru, kami berharap industri ini bisa diberi ruang dapat tumbuh terlebih dulu sehingga potensinya seperti penyerapan lapangan pekerjaan dapat maksimal. Baru setelah itu kita bicara soal kontribusi kepada negara lewat cukai," ujarnya.
Baca: Pilih Beralih ke Produk Tembakau yang Dipanaskan
Baca: Asap Rokok Bisa Bikin Anak Kena Infeksi Paru-paru
Baca: Awalnya Mau Mencari Bibit Magrove, Mateos Justru Temukan Tengkorak Tergantung di Cabang bakau
Seperti diungkapkan Kementerian Perindustrian pada Rakor Kemenko Perekonomian Desember 2019 lalu, industri produk tembakau alternatif telah menyerap sekitar 50 ribu tenaga kerja. Selain itu masih ada 209 pabrik yang tersebar di 34 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).
"Kehadiran industri produk tembakau alternatif terbukti signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan membantu negara melalui penerimaan cukai HPTL. Sekali lagi kami mohon kepada pemerintah untuk melindungi industri baru ini," ucap Aryo.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji kembali pengenaan cukai sebesar 57 persen tersebut.
Apalagi jika dilihat profil risiko kesehatan yang timbul dari produk HPTL telah dibuktikan oleh berbagai riset independen lebih rendah dibandingkan rokok, sehingga seharusnya dikenakan tarif cukai yang lebih rendah.
Mereka yang beralih ke produk HPTL ini karena produk tersebut diperkuat hasil kajian ilmiah independen yang menyimpulkan bahwa risiko kesehatannya akan lebih rendah daripada terus merokok.
"Sudah ada 2 juta pengguna produk tembakau alternatif merasakan manfaatnya secara langsung dan mereka beralih karena memang produk ini minim akan risiko kesehatan” jelas Aryo.