Laporan Reporter Kontan, Rahma Anjaeni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam waktu dekat.
Rencana penyesuaian tarif ini muncul setelah adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan pengemudi ojol yang tergabung dalam Kelompok Roda Dua (Garda) pada Rabu (15/1/2020).
Dalam aksi tersebut, mereka memberikan tiga tuntutan kepada pemerintah, yaitu mengenai tarif, legalitas hukum, dan kemitraan. Kemudian setelah adanya aksi, Kemenhub memberikan respons untuk mengkaji ulang besaran tarif ojol.
Terkait dengan hal tersebut, YLKI secara gamblang berpendapat bahwa kenaikan tarif ojol belum layak dilakukan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, penolakan ini didasari oleh beberapa pertimbangan.
Pertama, besaran kenaikan tarif pada September 2019 lalu dirasa sudah cukup signifikan, yaitu Rp 2.500 per km untuk batas atas, Rp2.000 per km untuk batas bawah, serta tarif minimal Rp 8.000-10.000 untuk jarak minimal.
"Formulasi tarif tersebut sudah mencerminkan tarif yang sebenarnya, sesuai dengan biaya pokok, plus margin profit yang wajar," ujar Tulus kepada Kontan.co.id, Kamis (23/1/2020).
Kedua, adanya keluhan penurunan pendapatan dari mitra pengemudi yang disebabkan oleh banyaknya promo yang diberikan pihak ketiga.
Menurut Tulus, Kemenhub seharusnya lebih mengawasi pemberian promo agar nilainya tidak melewati tarif batas bawah, sehingga kenaikan tarif tidak perlu dilakukan.
Ketiga, pasca kenaikan tarif pada September 2019 lalu, belum pernah ada ulasan terhadap pelayanan ojol.
Dengan adanya rencana kenaikan tarif, Tulus menyayangkan sikap Kemenhub yang terkesan hanya mempertimbangkan kepentingan pengemudi ojol saja, dan mengesampingkan kepentingan pelayanan bagi konsumen, khususnya dari aspek keamanan.
"Padahal ojol sebagai transportasi kendaraan beroda dua sangat rawan dari sisi safety."
"Dari sisi yang lain, perilaku driver ojol juga terkadang tidak ada bedanya dengan perilaku ojek pangkalan, yang suka ngetem sembarangan, sehingga memicu kemacetan," ungkap Tulus.