Selanjutnya Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Davos, Swiss, pada bulan lalu, Trump menyebut WTO memperlakukan AS secara tidak adil.
"China dipandang sebagai negara berkembang, India dipandang sebagai negara berkembang."
"Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang, sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang," cetus Trump.
Baca: UPDATE Data Terbaru Korban Virus Corona: 2.457 Orang Meninggal dan 78.655 Terinfeksi di 32 Negara
Baca: Jakarta Kembali Dikepung Banjir, Yunarto Wijaya ke Anies Baswedan : Makasih 3 Kali Dikasih Hadiah
Bagaimana dampak bagi Indonesia?
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta W Kamdani, menilai dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang akan berdampak signifikan pada ekspor.
"Pertama, manfaat fasilitas sistem tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP) AS untuk produk ekspor asal Indonesia akan hilang seluruhnya karena berdasarkan aturan internal AS terkait GSP, fasilitas ini hanya diberikan kepada negara yang mereka anggap sebagai LDCs dan negara berkembang," jelas Shinta yang Tribunnews kutip dari Kontan.co.id.
Shinta melihat redesignation atau pendesainan ulang Indonesia sebagai negara maju oleh AS, secara logika Indonesia tidak lagi berhak (eligible) sebagai penerima GSP.
Diketahui Generalized System of Preferences (GSP) adalah program pemerintah Amerika Serikat dalam mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang yang terdaftar.
Shinta mengungkapkan dianulirnya fasilitas GSP akan ada efek gulir yang signifikan.
Satu di antaranya, semua produk ekspor Indonesia akan rentan terkena tuduhan subsidi perdagangan berdasarkan ketentuan subsidy & countervailing measures AS.
Shinta menjelaskan, produk-produk Indonesia yang dianggap memiliki keunggulan komparatif di pasar AS, akan rentan terkena penyelidikan subsidi perdagangan oleh Amerika berdasarkan penguasaan market shares atau keluhan pelaku usaha AS.
Shinta melanjutkan, meskipun konteksnya hanya penyelidikan, hal itu secara otomatis akan langsung mengenakan tambahan tarif anti subsidi di atas tarif most favoured nation (MFN) sampai sidang menyatakan bahwa produk yang diselidiki bebas subsidi.
Menurut Shinta hal itu membuat kerugian pangsa pasar di AS bisa menjadi sangat signifikan dan tiba-tiba.