“Tidak boleh gas dikelola darat, tapi kondensat dan sebagainya langsung dikirim dari laut. Jangan ada pikiran itu, karena semua harus pegang komitmen,” katanya.
Dia meminta, sebagian gas Blok Masela di kelola di Maluku, sehingga memberikan dampak bagi ekonomi rakyat. Begitu jugas, jangan gas dikirim ke luar, kemudian kita mengimpor produk dari gas.
“Itu sama dengan jual pisang untuk membeli pisang goreng. Olah gas di Maluku, kemudian kirim atau jual produk akhir ke luar Maluku. Itu yang benar,” ujarnya.
Irfan Wakano juga mempertanyakan sikap pengelola, misalnya, ketika teken MoU penjualan, sama sekali tidak melibatkan pimpinan di Maluku.
“Kalau itu urusan bisnis, perlu juga ada orang Maluku, sehingga tahu apa yang terjadi. Ada pimpinan yang bisa diajak,” katanya.
Dia mengatakan, Blok Masela ini salah satu harapan agar Maluku keluar dari kemiskinan. Untuk itu, tidak boleh, kekayaan alam diambil, tetapi masyarakat tetap miskin.
“Kita hanya minta pengelola Blok Masela terbuka, adil dan memberikan kesempatan kepada anak Maluku,” tuturnya.
Sementara itu, Zen Lelangwayang, lulusan Unpatti Ambon, mengatakan, pengalaman dalam pengelolaan minyak di Bula, Seram Bagian Timur, sudah cukup menjadi pelajaran penting. Minyak diambil dari Bula, tetapi tidak memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Untuk itu, baik pengelola, pemerintah daerah, pusat harus memberikan perhatian terhadap penyiapan SDM, sehingga anak Maluku tdaik menjadi penonton dan dibiarkan miskin,” tegasnya.
Mahasiswa asal Seram Bagian Timur, Salim Rumakefing, mengatakan, minyak dari Bula diambil sejak tahun 1920-an, tapi masyarakat tidak merasakan apapun dari keberadaan minyak di Bula. Masyarakat hanya menjadi penonton dari pompo minyak ada di Bula.
“Saya kira, pengalaman Bula ini tidak boleh lagi terulang di Masela. Minyak Bula diambil setiap hari, tapi untuk biaya sekolah anak dari Bula sangat susah. Mari kita jadikan Bula sebagai pengalaman dan sejak dini kita memastikan Blok Masela tdaik dikelola seperti itu,” tuturnya.
Dalam diskusi terbatas itu, mahasiswa dan pemuda sepakat untuk memberikan perhatian yang lebih serius mengenai keberadaan Blok Masela, sehingga Maluku tidak dirugikan atau merasakan manfaat yang setimpal dari keberadaan Blok Masela.
Apalagi, selain Blok Masela, masih ada sekitar 20-an blok gas di wilayah Maluku.
Blok Masela semula mau dikelola dengan kilang terapung di laut. Namun, system itu mendapat penolakan keras dari seluruh masyarakat Maluku.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo memutuskan gas Blok Masela dikelola di darat pada tahun 2016. Keputusan ini mendapat sambutan luas di Maluku ketika itu.