Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MH Said Abdullah meminta pemerintah menyiapkan langkah atau tameng yang kuat bagi APBN, dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi dunia akibat virus corona atau covid-19.
"Dampak yang paling terasa atas wabah global saat ini kepada negara kita adalah dampak ekonomi, sehingga harus ada tameng bagi APBN agar tidak ganggu kinerja ekonomi secara keseluruhan," ujar Said kepada wartawan, Jakarta, Selasa (17/3/2020).
Menurutnya, kebijakan Kemenko Perekonomian stimulus ekonomi yang telah dikeluarkan. Namun, hal tersebut dapat mengurangi potensi penerimaan pajak maupun non pajak selama enam bulan ke depan.
"Jadi saya menyarankan pemerintah mengkaji sumber-sumber penerimaan baru," ucap Said.
Ia pun mengusulkan lima langkah yang dapat ditempuh pemerintah dalam memperkuat APBN 2020.
Baca: Pertamina Siapkan Layanan Antar BBM untuk Jabodetabek, Jabar dan Banten
Pertama, ekstensifikasi cukai yang bersumber dari bahan bakar minyak (BBM). Di mana, konsekuensinya harga BBM akan bertambah dengan pengenaan cukai di tengah harga minyak dunia yang sedang turun ke posisi 30 dolar AS.
Baca: Utang Luar Negeri Pemerintah Melonjak di Januari 2020, Didominasi Surat Utang
"Mungkin bisa jadi bahan pertimbangan, BBM diturunkan Rp 600 per liter dan pada saat yang sama dikenai cukai Rp 100 per liter," katanya.
Selain BBM, kata Said, pemerintah perlu memperluas basis pengenaan cukai. Misalnya, minuman berpemanis dan penggunaan ponsel.
Langkah kedua, menurut Said, pemerintah perlu memangkas belanja kementerian maupun lembaga sebesar 15 persen, khususnya yang menyangkut perjalanan dinas, termasuk pertemuan berskala besar.
"Ketiga, pelaku industri pariwisata termasuk sektor ikutannya juga perlu mendapatkan stimulus pajak, terutama pajak daerah," tuturnya.
Keempat, yaitu pemerinyah segera merealisasikan kebijakan B40 untuk meringankan subsidi minyak, karena pagu subsidi minyak dan elpiji pada tahun ini sebesar Rp 75,3 triliun.
"Kelima mengubah skema kebijakan impor kuota ke impor sistem tarif. Sehingga negara berpotensi mendapatkan penerimaan negara dari tarif masuk," tutur Said.