TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC- Turunnya permintaan terhadap perjalanan udara akibat pandemi virus corona (Covid-19) secara global, menyebabkan pembatalan secara besar-besaran pemesanan jet oleh para pelanggan Boeing.
Hal tersebut menambah kerugian bagi produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) itu setelah mengalami krisis terkait produksi MAX 737.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (16/4), perusahaan tersebut mengatakan bahwa 150 pesanan untuk 737 MAX jet telah dibatalkan pada Maret lalu. Ini merupakan pembatalan terbesar yang terjadi dalam satu dekade.
Di antaranya maskapai penerbangan Brazil, Gol telah membatalkan 34 pesanannya untuk pesawat berbadan sempit. Sementara perusahaan leasing Avolon membatalkan pesanan untuk 75 lainnya. Boeing juga melaporkan bahwa ada 41 pesanan yang dibatalkan untuk kategori jet pada Februari lalu.
Baca: Suka Duka Relawan Covid-19, Ika Dewi Maharan: Dari Perawat Ika Beralih jadi Sopir Ambulans
Baca: Selundupkan 2 Kilogram Sabu dalam Kemasan Bedak, 2 Wanita Asal Medan Ditangkap Saat Berada di Hotel
Baca: Meniru Australia dalam Penanganan Wabah Corona, Angka Kematian Cuma 63 dari 6.400 Kasus
"Kami bekerja sama dengan para pelanggan kami yang banyak di antaranya secara signifikan menghadapi tekanan keuangan, untuk meninjau rencana armada mereka dan melakukan penyesuaian jika memang diperlukan," kata pabrikan itu dalam sebuah pernyataan resminya.
Pandemi virus corona menjadi bencana susulan pasca 737 MAX di-grounded selama lebih dari setahun karena menjadi penyebab dua kecelakaan penerbangan yang hanya berjarak beberapa bulan saja.
Boeing pun dikabarkan tengah berupaya untuk memperbaiki sistem keselamatan yang disebut menjadi penyebab dua kecelakaan fatal itu.
Sementara itu, Analis ruang angkasa untuk Grup Teal, Richard Aboulafia mengatakan, pembatalan seratusan pesanan tersebut bukan merupakan suatu kejutan. Menurutnya, krisis corona jauh lebih serius bagi Boeing dibandingkan masalah sebelumnya terkait upaya mereka dalam memperoleh persetujuan agar 737 MAX bisa terbang lagi.
"Bahkan jumlah yang banyak ini tidak ada artinya, karena kenyataannya jauh lebih buruk," kata Aboulafia.
Ia menambahkan, Boeing masih memiliki tumpukan pesanan untuk ribuan jet yang belum dibangunnya. Aboulafia mencatat akan ada risiko lebih besar yang akan ditanggung Boeing. Pasalnya, maskapai penerbangan yang melakukan pemesanan sebelumnya, bisa saja menunda pengiriman jet-jet itu sampai industri penerbangan kembali membaik.
Ia bahkan memprediksi, kemungkinan stabilnya bisnis satu ini membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Menurut layanan pelacakan Circium, sekarang ada hampir 14.000 jet yang diparkir oleh maskapai penerbangan di seluruh dunia, yang mewakili 63 persen dari armada global.
Boeing, yang memiliki 161.000 karyawan pada awal tahun ini juga telah menunda operasional di pabriknya yang berada di Carolina Selatan, di mana perusahaan ini sedang membuat 787 pesawat berbadan lebar.
Media lokal pun melaporkan pada pekan lalu bahwa Boeing kemungkinan akan memangkas sekitar 10 persen tenaga kerjanya, karena pandemi corona yang terus berdampak pada industri penerbangan global.
Kemungkinan penawaran 'pensiun dini' serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sukarela kepada para pekerja Boeing pun bisa saja terjadi.(fitri/rusian today/tribunnetwork/cep)