Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XI DPR menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak tepat dilakukan pemerintah pada saat ekonomi sedang terpuruk.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya 2,97 persen, artinya rakyat mengalami penurunan ekonomi yang sangat drastis," ujar nggota Komisi XI Heri Gunawan kepada wartawan, Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Heri juga menilai, kenaikan iuran BPJS juga tidak sesuai dengan semangat pemerintah yang sedang menggenjot stimulus perekonomian nasional.
Di satu sisi, kata Heri, pemerintah mengeluarkan berbagai program seperti restrukturisasi kredit, insentif perpajakan dan bantuan sosial.
"Namun, di sisi lain tetap memaikkan pungutan yang memberatkan rakyat. Ini ibaratnya masuk kantong kanan, keluar kantong kiri," papar politikus Gerindra itu.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Kok Naik Lagi? Pengusaha Mengaku Berat, Apalagi Masyarakat. . .
Selain itu, Heri juga menilai kenaikan BPJS pada saat ini tidak melaksanakan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan Mahkamah Agung saat membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019.
Baca: Sejak Awal Saya Menduga Pemerintah Akan Berselancar, Putusan MA Dilawan dengan Aturan Baru. . .
Salah satu poin yang menjadi pertimbangan Mahkamah Agung membatalkan Perpres Nomor 75/2019 karena adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS.
Baca: Lebaran, Kendaraan Menuju Rest Area Akan Dibatasi, Istirahat Maksimal 30 Menit
Heri menyebut, MA saat itu menyampaikan kesalahan dan fraud dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
"Ini tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikkan Iuran bagi peserta PBPU dan Peserta BP sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2," papar Heri.