Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BARCELONA - Ribuan orang tampak memadati jalanan Barcelona, Spanyol untuk memprotes keputusan raksasa otomotif Jepang, Nissan yang berencana menutup pabriknya di wilayah tersebut.
Rencana penutupan pabrik itu diperkirakan akan mengakibatkan hilangnya nyaris 3.000 tenaga kerja.
Baca: 10 Maskapai Penerbangan di Dunia yang Paling Terpukul karena Pandemi Virus Corona
Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (29/5/2020), para pengunjuk rasa menyalakan lilin dan membakar ban selama berlangsungnya aksi protes.
Sementara serikat pekerja pabrikan mobil itu mengatakan pada Kamis kemarin bahwa mereka berencana untuk membentuk blokade di sekitar pabrik utama di Barcelona.
Dilakukannya aksi protes ini menyusul pernyataan CEO Nissan Makoto Uchida yang mengumumkan keputusan untuk menutup pabrik sebagai bagian dari rencana restrukturisasi perusahaan yang tersebar di seluruh dunia.
Menurut pemerintah Spanyol, Nissan tetap mengambil keputusan untuk mengakhiri operasi di Barcelona, meskipun ada usulan dari pemerintah setempat untuk menjaga pabrik agar tetap beroperasi.
Penutupan pabrik yang memproduksi pickup dan van ini disebut akan mengakibatkan kerugian sebesar 1 miliar Euro atau setara 1,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Menteri Perekonomian Spanyol Nadio Calvino mengatakan bahwa pemerintah akan terus bekerja sama dengan Nissan dan otoritas lokal serta regional.
"Kami jelas menyesali keputusan ini, tapi kami akan melihat bagaimana upaya untuk melanjutkan dan kemungkinan mencari solusi alternatif (demi menyelamatkan pabrik)," kata Calvino.
Produsen mobil tersebut dikabarkan berencana untuk merelokasi produksi pickup Navara ke Afrika Selatan.
Sementara Van e-NV200 akan dibangun di pabrik Renault di Maubeuge, Prancis.
Pada awal bulan ini, Nissan telah membantah laporan yang menyebut bahwa mereka berencana mengurangi kehadiran Eropa dan fokus pada AS, China, dan Jepang.
Baca: Platform Digital Kebobolan, Kominfo Perketat Pengawasan Dompet Digital
Terkait aksi unjuk rasa ini, para pekerja telah melakukan protes sejak awal Mei lalu, setelah perusahaan tersebut hanya melanjutkan kembali produksinya.
Namun kemudian menutup sementara operasional karena dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).