TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masukan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR terkait Penyusunan Rancangan Undang Undang atau RUU Revisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) direspon Perkumpulan Perusahaan Multimodal Transport Indonesia atau Indonesia Multimoda Transport Association (IMTA).
Ketua IMTA, Siti Ariyanti mengatakan, masukan dari APTRINDO berkaitan dengan UU 22 Tahun 2009 tentang LLAJ khususnya Pasal 165 tentang pengaturan angkutan multimoda yang mengatakan perlu dihapus tidak tepat dan keliru.
Siti menerangkan, angkutan multimoda (Multimoda Transport) berdasarkan PP 8 tahun 2011 adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda.
Baca: Efektivitas SIKM untuk Sektor Transportasi Dikaji Ulang
Atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat, barang diterima oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut.
“Angkutan multimoda merupakan komponen penting dari sistem logistik, karena angkutan barang dalam aktivitas logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda transportasi,” jelas Siti Ariyanti dalam keterangan pers, Kamis (9/7/2020).
Ditambahkannya, penghapusan ketentuan multimoda karena ketakutan dan keterbatasan pemahaman merupakan setback alias langkah mundur industri logistik nasional dalam menghadapi persaingan global saat kekuatan modal, kompetensi, jejaring dan teknologi jadi kunci.
Wakil Ketua IMTA, David Rahadian, angkutan multimoda telah diatur dalam United Nations Convention On International Multimodal Transport of Goods di tahun 1980 dan dalam ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport (AFAMT) pada November 2005.
"Peran angkutan multimoda semakin penting dengan adanya agenda integrasi sistem logistik ASEAN menuju kepada perwujudan pasar tunggal ASEAN. Integrasi sistem logistik ASEAN dan ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport menyiratkan adanya liberalisasi di bidang jasa angkutan multimoda di kawasan ASEAN," ujar David.
Di Indonesia, ketentuan Angkutan Multimoda, lanjut David, diatur dalam Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2011 dan dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 8 tahun 2012.
Regulasi di atas merupakan penjabaran dari Pasal 165 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Pasal 50-55 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; Pasal 187-191 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; Pasal 147-148 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Terkait dengan penerapan ketentuan angkutan Multimoda, yang memiliki keketatan tinggi, baik dari modal, tenaga profesional, teknologi dan perijinan, telah lahir beberapa perusahaan berukuran menengah dan besar di bidang angkutan multimoda sejak 2014.
"Dan dengan berkembangnya industri angkutan multimoda, maka pada tahun 2018 telah didirikan Perkumpulan Perusahaan Multimodal Transport Indonesia (PPMTI) yang dikenal juga sebagai Indonesia Multimodal Transport Association (IMTA)," katanya.
Sesuai ketentuan Pasal 1 butir 4 dan Pasal 5 dari PP 8/2011, IMTA bertugas menggali dan mempertajam Dokumen Angkutan Multimoda sesuai dengan Standard Trading Condition (STC).
Pemerintah juga terus melakukan pembinaan angkutan multimoda bersama IMTA sejak tahun 2018 untuk memperluas sosialisai regulasi multimoda dalam berbagai even nasional dan terakhir juga dilaksanakan secara virtual.