TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penyelamatan PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) masih terus bergulir.
Kini rencana pengambilalihan saham oleh investor asal Korea Selatan yang juga menjadi salah satu pemegang saham terbesar perseroan yakni KB Kookmin Bank masuk ke babak baru.
Salah satu pemegang saham Bank Bukopin, PT Bosowa Corporindo, mengancam akan memperkarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke meja hijau.
Presiden Komisaris Bosowa Corporation, Erwin Aksa menilai, OJK tidak konsisten dalam mengambil kebijakan terkait langkah-langkah penyelamatan Bank Bukopin.
Baca: Dinilai Arahkan Kookmin Kuasai Bukopin, Bosowa Bakal Gugat OJK
Baca: OJK Siap Hadapi Gugatan Hukum dari Bosowa terkait Bank Bukopin
Singkatnya, pihaknya menilai otoritas tidak konsisten menerapkan kebijakan terutama perihal Surat Tertulis OJK kepada Bosowa untuk memberikan kuasa khusus ke tim technical assistance dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk mengikuti pelaksanaan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) BBKP.
Nah, salah satu agenda RUPSLB tersebut adalah rencana BBKP untuk melaksanakan penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Lalu, dalam RUPSLB BBKP nanti, OJK meminta Bosowa melalui kuasa khusus tim technical assistance Bank BRI untuk menyetujui private placement, dimana seluruh saham baru yang diterbitkan BBKP akan dibeli oleh KB Kookmin Bank Co Ltd, salah satu pemegang saham BBKP.
Walhasil, Erwin merasa otoritas tidak konsisten menerapkan kebijakan. Sebab, sebelumnya OJK melayangkan surat tertanggal 10 Juni dan 11 Juni yang isinya antara lain mengenai penugasan technical assistance kepada BRI.
Namun pada surat tertanggal 16 Juni, OJK kembali melayangkan surat yang intinya meminta Kookmin menempatkan tim technical assistance di BBKP. "Kami menolak surat OJK tanggal 9 Juli karena tidak konsisten antara surat tanggal 10 Juni, 11 Juni serta surat tertanggal 16 Juni," ungkap Erwin, kepada kontan.co.id, Selasa (21/7).
Berkaca dari aspek hukum, ahli hukum perbankan dan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein berpendapat secara aturan perundang-undangan, OJK dalam hal ini regulator memang diberi kewenangan lebih untuk memaksa pemegang saham untuk memenuhi kebutuhan modal di sebuah perbankan. "Peraturan ini ada di undang-undang perbankan nomor 10 pasal 37 Tahun 1998," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (21/7) malam.
Singkatnya menurut Yunus, dalam aturan ini OJK bisa melakukan tindakan seperti meminta penjualan saham, pengambilalihan saham, merger, hingga mengganti pengurus manajemen sesuai dengan fungsi supervisory action yang dimiliki oleh OJK.
Tapi, tentunya kewenangan ini bisa dilakukan apabila menurut OJK bank tersebut telah masuk dalam status pengawasan intensif atau khusus. Untuk kasus Bank Bukopin, berdasarkan pengamatannya pihak pemegang saham Bukopin secara keseluruhan telah diberikan kewenangan serupa oleh OJK untuk menyetor permodalan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.
"OJK sebenarnya kan sudah menawarkan ke Himbara, lalu tidak disanggupi. Kemudian ke Bosowa juga tapi mungkin ada keterbatasan modal untuk memenuhi persyaratan OJK," sambungnya. Dia juga mengatakan, untuk Perusahaan Terbuka memang harus ditawarkan ke pemegang saham lainnya (eksisting), lalu kemudian ke pilihan-pilihan di luar itu.
Kalau melihat pada Undang-Undang Pasal 37 memang secara jelas berbunyi dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, regulator dapat melakukan beberapa tindakan. Semisal, pada Pasal 37 ayat E berbunyi regulator dapat melakukan tindakan agar bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluru kewajiban.