Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 5,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, asumsi defisit ini lebih besar dari pembahasan sebelumnya bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena faktor pandemi Covid-19.
Baca: Presiden Patok Defisit Anggaran RABN 2021 Sebesar 5,5 Persen
"Penetapan defisit 5,5 persen ditetapkan karena kita masih melihat Covid-19 masih akan berlangsung sampai tahun depan. Karena itu, kebutuhan untuk pemulihan ekonomi, ekspansi fiskal, serta mendukung pemulihan dan penanganan kesehatan masih dirasakan penting," ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (14/8/2020).
Sementara dari sisi pendapatan negara, kata Sri Mulyani, pemerintah masih memperkirakan akan mengalami tekanan untuk memberikan insentif pemulihan ekonomi.
"Karena itu, target dari penerimaan negara dari perpajakan memang dibuat tidak terlalu tinggi," katanya.
Di sisi lain, eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, belanja negara tetap memprioritaskan untuk mendukung program bantuan sosial (bansos).
"Belanja negara, kita akan tetap mendukung program-program bansos untuk akselerasi pemulihan ekonomi, terutama untuk daya beli masyarakat paling rendah dan akses untuk UMKM dan koperasi melalui subsidi bunga KUR," pungkas Sri Mulyani.
Adapun, pemerintah merencanakan alokasi pendapatan negara dalam RAPBN 2021 sebesar Rp 1.776,4 triliun dan Belanja Negara Rp 2.747,5 triliun, sehingga ada defisit anggaran Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen.