News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Singgung Etika, P3I Ingatkan Produsen AMDK dalam Berpariwara

Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi botol Air Minum dalam Kemasan

TRIBUNNEWS.COM - Iklan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang merendahkan produk lain, melanggar etika periklanan.

Demikian dikatakan Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) sekaligus Ketua Komite Penyempurnaan Kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) 2020, Hery Margono.

Ia mengatakan dalam etika pariwara atau periklanan Indonesia, ada tiga azas utama yang harus dipatuhi, yaitu iklan itu harus jujur, bertanggung jawab terhadap apa yang disampaikan ke publik, dan harus bersaing secara sehat.

Artinya, tidak boleh merendahkan produk lain dan iklannya juga tidak boleh meniru produk pihak lain.

Akhir-akhir ini, menurut dia, banyak iklan terkait produk air galon dari salah satu industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) baik yang dilakukan secara terselubung maupun terang-terangan di media dan media sosial yang sangat mendiskreditkan produk lain, apakah itu dengan menampilkan mereknya maupun tidak.

Baca: Bantah Hoax, Pemerintah Jamin AMDK Kemasan Polycarbonate Aman Dikonsumsi

“Kalaupun dia tidak menyebutkan merek dari galon yang dijelek-jelekkan itu dalam iklannya, itu juga produsen sudah mendiskreditkan produk lain namanya. Dan bukan hanya itu, tapi dia juga sudah mendiskreditkan kategori. Karena galon yang berbahan PC seperti yang ditampilkan dalam iklannya itu bukan lagi menjelekkan produk tertentu saja, tapi juga semua industri yang juga memakai galon berbahan itu. Jadi semua bisa komplain,” katanya, dalam keterangan tertulis, Selasa (29/9/2020).

Menurut Hery, kalau iklan itu sudah menjelek-jelekkan produk lain, itu sudah ada unsur opininya.

Baca: Industri AMDK Galon Sekali Pakai Belum Memiliki Manajemen Pengelolaan Sampah yang Baik

“Kalau menyampaikannya dengan data itu tidak apa-apa. Tapi kalau menjelekkan produk orang lain tanpa data, itu sudah opini namanya. Dia sudah memberikan adjusment,” ucapnya.

Dia mengutarakan, jika produk galon itu sudah memiliki izin edar dari BPOM berarti galon itu sudah aman untuk digunakan.

Jadi dalam hal ini, kata Hery, BPOM seharusnya sudah memberikan teguran terhadap produsen sebagai pengiklan.

“Apalagi kalau iklan itu sudah membuat keresahan masyakat konsumen, itu tidak boleh. Itu sudah tidak bertanggung jawab namanya. Jadi bukan hanya merendahkan kategori saja tapi itu tidak bertanggungjawab namanya. Dan karena sudah meresahkan konsumen, seharusnya BPOM sudah harus menegur industri yang membuat pariwara itu,” ucapnya.

Untuk itu, Hery menyarankan agar BPOM melakukan kolaborasi pentahelix di mana unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media bersatu.

BPOM juga harus melakukan kerjasama dengan Menkominfo karena mereka yang bisa bertindak menurunkan atau menghentikan penayangan iklan-iklan yang melanggar etika itu, baik dari media maupun sosial media.

“Jadi BPOM tidak bisa sendiri, tapi harus melibatkan semua pihak,” katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) juga menyesalkan beredarnya berita bohong yang disebarkan oleh salah satu produsen AMDK yang menyatakan air minum kemasan galon isi ulang lebih berbahaya dibanding galon sekali pakai miliknya.

Asosiasi beranggotakan produsen air minum kemasan itu mengingatkan ancaman hukum bagi para penyebar hoax tersebut termasuk pelanggaran pidana menurut UU ITE.

Pernyataan Aspadin yang diungkapkan dalam akun instagram asosiasi tersebut untuk meluruskan informasi yang menyesatkan di berbagai media sosial tentang air minum dalam kemasan galon PC atau galon guna yang dianggap berbahaya dan tidak aman dikonsumsi.

"Produk AMDK dengan kemaan galon PC maupun PET yang beredar di pasaran telah mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Izin edar dari BPOM RI yang berarti produk telah diaudit dan di evaluasi baik dari sisi fasilitas produksi, pembersihan galon guna ulang, keamanan produk dan beberap aspek mutu lainnya," ujar Aspadin di akun Instagramnya beberapa waktu lalu.

Karenanya Aspadin mengajak semua pihak untuk menghormati UU ITE agar tidak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang dapat mengakibatkan kerugian konsumen serta merugikan pelaku usaha lainnya.

“Hal itu dapat terkena ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini