News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dua Organisasi Industri Hasil Tembakau Tolak Rencana Kenaikan Cukai Rokok Tahun 2021

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah petani tembakau melakukan aksi unjuk rasa dengan memajang beberapa tuntutan dalam poster di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (16/11/2020). Para petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok pada 2021. Pasalnya, kenaikan cukai sebesar 23% yang berlaku tahun ini saja sudah sangat menyengsarakan petani. Menurutnya jika cukai roko dinaikan akan berdampak buruk pada kesejahteraan petani, ujar salah satu orator. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua organisasi industri hasil tembakau (IHT) besar di tanah air, masing-masing Forum masyarakat Industri rokok seluruh Indonesia (Formasi) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI)  tetap menolak rencana kenaikan cukai tembakau di tahun 2021.

Alasannya, rencana kenaikan cukai tidak akan efektif menaikan penerimaan negara. Semakin cukai rokok naik, harga rokok menjadi semakin tinggi, penjualan rokok menjadi semakin susah. Akhirnya yang laku di pasaran adalah rokok rokok illegal yang tidak menggunakan label cukai. Akibatnya penerimaan negara dari sisi cukai juga akan menurun drastis.

Hal tersebuat disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Formasi JP Suhardjo, Ketua APTI Jawa Barat. Suryana, dan Ketua APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin kepada pers, Kamis (19/11/2020).

“Seluruh anggota Formasi, merasa berat jika tarif cukai naik. Kenaikan tarif cukai tidak akan efektif terhadap penerimaan negara. Sebab selama ini peredaran rokok ilegal semakin marak. Kalau tarif cukai naik, ini malah memberi rongga kepada pelaku ilegal untuk giat produksi,” papar Sekjen Formasi JP Suhardjo.

Baca juga: Cukai Hasil Tembakau Naik, Serapan Tembakau Diprediksi Anjlok hingga 30 Persen

Menurut Suhardjo, pemerintah harus mempertimbangkan perlindungan kepada pabrikan menengah kecil sebelum mengeluarkan kebijakan.

Jika ada pertimbangan target penerimaan negara, pihaknya tidak memungkiri hal itu.

Namun tentu sasarannya bukan rokok saja, ada bidang lain yang bisa dikelola.
Saat ini anggota Formasi mencapai sekitar 60 – 70 pabrikan.

Jumlah buruhnya lebih dari 30 ribu orang. 70 persen dari anggota Formasi masih bertahan. Seharusnya para pabrik rokok yang tetap mempekerjakan para buruhnya diberikan perlindungan.

Bukan malah dimatikan lewat kenaikan tarif cukai rokok yang besar setiap tahunnya.

“Kenaikan tarif cukai memberatkan industri, rokok. Karena itu, Idealnya tarif cukai tetap, itu lebih baik. Tidak dinaikan. Apalagi karena ini masa COVID, semua kena pengaruhnya. Semua sektor lesu. Kalau tarif cukai naik, saya tidak tahu lagi, bisa semakin banyak yang gulung tikar,” jelasnya.

Menurut Sekjen Formasi, jika pemerintah tetap menaikan cukai rokok akan muncul efek domino. Sektor lain juga kena, petani juga kena. Terdampak semua.

“Kami harapkan ibu Menkeu Sri Mulyani bisa lebih bijaksana. Melindungi sektor tenaga kerja dan industri rokok supaya lebih berkembang,” papar JP Suhardjo.

Hal senada di sampaikan Suryana dan Sahminudin. Menurut Suryana, kenaikan cukai rokok akan menekan industri rokok. Jumlah produksi dan penjualan rokok akan menurun karena harga rokok akan naik.

Peredaran rokok illegal akan naik. Otomatis, industri rokok juga akan menekan pembelian tembakau dari para petani tembakau. Petani tembakau semakin dirugikan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini