Laporan Wartawan Tribunnews, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan beberapa waktu lalu.
Dalam proses penyusunan ini pemerintah berkeinginan untuk menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan supaya RPP ini nantinya mampu mengakomodir seluruh aspirasi dari pelaku usaha dan masyarakat.
Seperti yang diselenggarakan hari ini, Rabu, 2 Desember 2020, pemerintah menggelar kegiatan Serap Aspirasi UU Cipta Kerja” di Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan ini, pemerintah berusaha menampung seluruh masukan dari stakeholders untuk penyusunan RPP dan Perpres UU Cipta Kerja untuk sejumlah sektor.
Antara lain, sektor pertanian, kelautan dan perikanan, lingkungan hidup dan kehutanan, serta energi dan sumber daya mineral (ESDM).
Sektor Pertanian, Kelautan, dan Perikanan
"Melalui Omnibus law UU Cipta Kerja dapat dilakukan reformasi regulasi dan transformasi ekonomi yang membantu Indonesia keluar dari middle income trap, khususnya dengan cara meningkatkan daya saing dan produktivitas tenaga kerja," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud, dalam sambutannya, Rabu (2/12/2020).
Baca juga: UU Cipta Kerja Diklaim Bisa Benahi Amburadulnya Retribusi
Negara yang terjebak middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan dengan low income countries, akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah, sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas.
Baca juga: REI Berharap UU Cipta Kerja Bisa Majukan Sektor Properti dan Perumahan
Untuk meningkatkan daya saing negara ini, UU Cipta Kerja mengubah konsepsi perizinan berusaha dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based). Dengan demikian bagi pelaku usaha dengan Risiko Rendah cukup dengan pendaftaran Nomor Induk Berusaha (NIB), sedangkan pelaku usaha Risiko Menengah dengan Sertifikat Standar, dan usaha Risiko Tinggi dengan izin.
Muatan UU Cipta Kerja terdiri atas 15 Bab, 186 Pasal yang mengubah 78 UU terkait. Muatan dalam UU Cipta Kerja tercermin dalam bab-bab di UU, dimulai dengan Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan Perlindungan UMKM dan Koperasi, Kemudahan Berusaha, Riset dan Inovasi, Pengadaan Lahan, Kawasan Ekonomi, Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional, Administrasi Pemerintahan, Pengawasan dan Pembinaan.
Adapun regulasi di sektor pertanian yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja, yaitu: (1) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; (2) UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; (3) UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan; (4) UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; (5) UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; dan (6) UU No. 18 Tahun 2009 jo. UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sementara, regulasi di sektor kelautan dan perikanan yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja, yakni: (1) UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan; (2) UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan; dan (4) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
“Sebagaimana diketahui, saat ini sedang disiapkan 44 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, yang terdiri dari 40 PP dan 4 Perpres, termasuk RPP terkait Sektor Pertanian serta Sektor Kelautan dan Perikanan,” ucapnya.