Harapannya, secara bersama-sama dapat mengedukasi pasar bahwa kalau berbicara cokelat tidak lagi merujuk ke Swiss atau Belgia, tetapi Indonesia.
“Raw material kita [Indonesia] masih banyak sekali yang belum terserap di dalam negeri untuk diproduksi secara lokal," ujar Akhsin.
Merebaknya pandemi Covid-19, diakui oleh Akhsin, menjadi momentum bagi Kampung Coklat untuk terus melakukan pengembangan, sehingga ke depan diharapkan produk yang dihasilkan dapat dijual di pasar nasional dan internasional.
Saat ini, Kampung Coklat masuk dalam tahap business matching untuk menggarap pasar ekspor ke sejumlah negara.
Untuk menggarap pasar ekspor, Kampung Coklat telah melakukan business matching ke Azerbaijan dan beberapa negara di kawasan Timur Tengah termasuk Mesir.
Akhsin mengakui untuk menembus pasar internasional ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha, salah satunya regulasi yang berbeda-beda di setiap negara.
“Bicara cokelat, kita masih dikomparasikan dengan produk asal Eropa. Di situlah kita bisa menyakinkan bahwa cokelat yang kita produksi sangat dekat dengan sumber raw material, sehingga minim kontaminasi dan kualitas bahan baku lebih terjaga. Ini value yang kami tawarkan sehingga memberikan diferensiasi,” jelas Akhsin.
Sebagai sebuah produk yang hadir dari lokalitas yang sangat kental, Kampung Coklat melihat bahwa lokal wisdom sebagai kekuatan.
Namun, diakui oleh Akhsin, bahwa hal ini masih membutuhkan edukasi ke masyarakat terutama generasi muda betapa produk lokal mengambil peranan penting.
Ini menjadi sebuah pekerjaan besar yang menuntut partisipasi seluruh pihak untuk ikut serta mendorong agar masyarakat Indonesia mencintai produk buatan dalam negeri.
“Itu yang kami pikirkan, bagaimana Kampung Coklat akan sustain, dapat terus memberikan manfaat dan semakin dikenang, dan kita akan menjadi salah satu brand yang bisa mendorong Indonesia menjadi bagian dari penghasil cokelat dunia,” tutup Akhsin.(*)