Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) Tahun 2021 di masa pandemi Covid-19 sangatlah tidak wajar.
“Tidak wajar sebab kinerja industri sedang turun akibat pelemahan daya beli karena ada pandemi dan kenaikan cukai sangat tinggi di tahun 2020 kemarin,” kata Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan, Kamis (10/12/2020).
“Apalagi saat ini angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih minus,” terang dia.
Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik Lagi 12,5 Persen, Begini Alasan Sri Mulyani dan Reaksi YLKI
Menurutnya, kenaikan cukai yang sangat tinggi di tahun 2021 diperkirakan akan berdampak pada semakin maraknya rokok ilegal, kematian industri menengah-kecil, serta serapan bahan baku.
“Kenaikan cukai yang tinggi ini menyebabkan gap harga antara rokok ilegal dengan legal semakin jauh. Bertambahnya jumlah penindakan rokok ilegal dapat diartikan semakin maraknya rokok ilegal, bahkan terus meningkat akibat gap yang semakin tinggi,” ujar Henry.
Baca juga: Cukai Rokok Naik, Menkeu Sri Mulyani Ingatkan soal Potensi Bertambahnya Rokok Ilegal
Sebagaimana konferensi pers yang digelar oleh Kementerian Keuangan, angka kenaikan tarif rata-rata tertimbang 12,5 persen.
Kenaikan masing-masing layer berkisar antara 13,8 persen sampai dengan 18,4 persen.
Meski keberatan, industri hasil tembakau (IHT) menghormati keputusan pemerintah dan akan menaati kebijakan yang telah dibuat.
Perkumpulan GAPPRI dalam kebijakan cukai 2021 mengapresiasi kebijakan tidak adanya kenaikan cukai pada jenis rokok Sigaret Kretek tangan (SKT).
Menurut Henry, di masa pandemi relaksasi lebih dibutuhkan oleh industri sebagaimana diberlakukan pada jenis SKT, dibanding beban kenaikan tarif cukai yang dibebankan pada jenis SKM dan SPM.