News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kedelai Impor Bikin Gaduh, Mentan: Ini Pelajaran untuk Kita Semua

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengrajin tempe di Kawasan Kampung Sawah, Johar Baru, Jakarta Pusat, membuat tempe hanya satu plastik, Sabtu (2/1/2020). Sejumlah pengrajin tempe dikawasan itu, melakukan aksi mogok produksi imbas dari harga kedelai melonjak tinggi. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertanian ( Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyatakan akan segera mengambil langkah atas polemik kedelai impor yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.

Menurut politikus Nasdem ini, melonjaknya harga kedelai di pasaran dunia seharusnya jadi pelajaran berharga untuk bisa meningkatkan produksi kedelai petani lokal.

Para perajin tahu tempe melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintah menyelesaikan masalah tingginya kedelai impor asal Amerika Serikat. Imbas aksi ini membuat tahu dan tempe mengalami kelangkaan di pasaran.

Baca juga: Sekjen KITA: Harga Kedelai Mahal Buat Pengrajin Tahu dan Tempe Kesulitan

"Ini menjadi pelajaran untuk kita semua sehingga kekuatan (produksi) lokal dan nasional harus menjadi jawaban dari kebutuhan (kedelai) itu," kata Syahrul dilansir dari Antara, Senin (4/1/2021).

Syahrul menilai bahwa harga kedelai di pasar dunia yang melonjak ini merupakan bagian dari kontraksi global. Meningkatnya harga kedelai dipengaruhi dari negara produsen utama, yakni Amerika Serikat.

Baca juga: Mentan Sebut Pengembangan Kedelai Lokal Sulit Dilakukan, Ini Sebabnya

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Kementan Akan Lipat Gandakan Produksi Kedelai Nasional Tahun Ini

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa kenaikan harga dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China, negara importir kedelai terbesar dunia.

Indonesia yang menjadi negara importir kedelai terbesar setelah China, pun turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut.

Akibatnya, kenaikan harga kedelai itu menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jualnya.

Menyikapi hal tersebut, Syahrul menjelaskan bahwa Kementan telah berkoordinasi dengan integrator dan pengembang kedelai untuk menggenjot produksi dalam negeri.

Ia mengatakan bahwa setidaknya dibutuhkan waktu 100 hari dalam satu kali masa tanam dan panen kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produsen tahu dan tempe, Syahrul menyebutkan bahwa diperlukan dua kali masa tanam.

"Ini kan membutuhkan 100 hari minimal kalau pertanaman. Dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya. Kita juga bekerja sama dengan kementerian lain," kata Syahrul.

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Oktober 2020 saja, Indonesia sudah mengimpor lebih dari 2,11 juta ton kedelai dengan nilai 842 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000).

Hampir seluruh kedelai impor dikapalkan dari Amerika Serikat (AS) yakni sebesar 1,92 juta ton. Selebihnya berasal dari Kanada, Uruguai, Argentina, dan Perancis.

Peningkatan produksi kedelai diakui memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini