TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Faisal Basri menyarankan agar PT Pegadaian (Persero) dijadikan perusahaan publik saja dengan melepas sebagian sahamnya di pasar modal demi menciptakan good corporate governance (GCG) yang baik di tubuh BUMN tersebut.
Usulan itu disampaikan Faisal Basri menanggapi munculnya wacana Kementerian BUMN menggabungkan (merger) Pegadaian bersama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) ke PT Bank BRI Tbk.
Faisal khawatir, merger ketiga BIMN tersebut akan mengubah fungsi dan peran Pegadaian lantaran selama ini ini memiliki karakter bisnis berbeda.
"Karakter bisnisnya kan beda sekali antara BRI dan Pegadaian, serta PMN. Saya pikir gagasan ini sesat pikir, enggak pas sama sekali," tutur Faisal dalam acara Seminar Nasional Serikat Pekerja (SP) Pegadaian yang diselenggarakan Forum Warta Pena (FWP) di All Sedayu Hotel, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (13/1/2021).
Menurut Faisal, rencana pemerintah membentuk perusahaan holding UMKM dengan menggabungkan BRI, Pegadaian dan PNM (Perusahaan Nasional Madani) bertentangan dengan gagasan memajukan UMKM secara totalitas.
Baca juga: Pengamat Minta Pemerintah Kaji Ulang Rencana Penggabungan Pegadaian ke BRI
Faisal pun mengusulkan agar Pegadaian menjadi perusahaan terbuka atau go public dengan demikian perusahaan ini bisa tetap menjalankan fungsinya secara terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat.
Baca juga: SP Pegadaian Keberatan Rencana Akuisisi Holding Oleh BRI
"Listing saja ke bursa. Enggak usah gede-gede, 5 persen saja. Saya kira Pegadaian akan semakin berkembang," ungkap Faisal Basri dalam diskusi virtual dengan awak media membedah potensi merger ketiga BUMN di Jakarta, baru-baru ini.
Lepas saja bisnis hotelnya
Faisal Basri juga menyarankan agar Pegadaian fokus kepada bisnis inti. Jangan latah dengan bermain di sektor usaha di luar keahliannya.
"Jual saja (bisnis) hotelnya untuk memperkuat permodalan. Dengan begitu Pegadaian semakin kuat, masyarakat semakin banyak terbantu," tuturnya.
Di sisi lain, Faisal yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, mengkritik BRI.
Baca juga: Kinerja Tetap Positif di Masa Pandemi, Pegadaian Diganjar Marketer of The Year 2020
"Seperak dua perak uang petani masuk ke BRI. Seharusnya, BRI mengembalikan dana tersebut ke petani. Bukan malah untuk infrastruktur atau pembangunan gedung perkantoran megah di kota-kota besar," ungkapnya.
Di tempat yang sama, pengamat hukum Suhardi Somomuljono mengingatkan agar rencana akuisisi BUMN ini harus mendapat persetujuan dari wakil rakyat DPR RI. “Jangan hanya mengikuti kemauan pemerintah atau menteri BUMN,” kata dia.
Rencana ini juga akan merubah status Pegadaian menjadi perusahaan terbuka yang mana akan menimbulkan ketidakpastiaan usaha dan ketidakpastian hukum. Akibatnya, yang nanti akan dirugikan adalah rakyat kecil.
Suhardi menambahkan, selama ini Pegadaian punya kewenangan khusus yang diatur oleh undang-undang, seperti melakukan pelelangan barang. Jika sudah menjadi perusahaan terbuka, tidak bisa lagi secara khusus tunduk terhadap ketentuan yang lama.
Sementara Ketua Umum SP Pegadaian Ketut Suhardiono berpendapat, kebijakan holdingisasi tidak akan menguntungkan bagi Pegadaian, mengingat nasabah Pegadaian sebagian besar merupakan masyarakat kecil.
“Akuisisi ini sangat tidak tepat karena dampak dari privatisasi dalam bentuk privatisasi atau akusisi akan berdampak jangka panjang dan sistemik,” terang Ketut.
Lagi pula, lanjut Ketut, Pegadaian merupakan perusahaan yang sehat dengan aset yang cukup besar, dengan rating perusahaan AAA maka bukan menjadi kendala untuk mendapatkan modal kerja.
“Jika rencana ini dipaksakan, pengelolaan perusahaan akan mengkerdilkan Pegadaian dan berdampak terhadap rakyat kecil yang kesulitan mencari pembiayaan,” ujarnya.