Tapi jika menilik dari data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase perokok Indonesia hanya berhasil turun 0,3 persen menjadi 28,7 persen pada 2020.
Peralihan ke produk HPTL juga terbilang lamban di Indonesia.
Menurut laporan GSTHR jumlah pengguna HPTL baru mencapai 1 persen saja.
Di satu sisi, edukasi menyeluruh mengenai guna produk dan risiko masih perlu ditingkatkan.
Sementara di sisi lain, riset terkait produk HPTL yang sudah beredar juga perlu disosialisasikan dengan lebih optimal.
Hal ini diamini Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Prof Kholil, yang ikut meneliti pengguna produk tembakau alternatif.
Pada studinya, Prof Kholil melihat bahwa sebagian besar perokok dewasa belum familiar dengan produk tembakau alternatif, serta mengenali manfaat produk yang mampu meminimalkan risiko akibat merokok.
Riset serupa perlu untuk terus dikembangkan.
Tidak hanya dari sisi perilaku pengguna, akan tetapi juga dari sisi produk dan kandungan di dalamnya, guna memastikan cita-cita menekan angka perokok dapat dicapai.