News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lebaran 2021

Ratusan Perusahaan Belum Beri THR ke Buruh, Mayoritas Berstatus Outsourcing

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan buruh pabrik tekstil Pan Brothers Tbk menggelar demo dan mogok kerja menuntut gaji dan THR tidak dicicil, Rabu (5/5/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang Idul Fitri 1442 Hijriah, masih ada ratusan perusahaan yang belum membayarkan tunjangan hari raya(THR) kepada karyawannya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan berdasarkan posko pengaduan THR yang dibentuk oleh KSPI, tercatat bahwa ada ratusan perusahaan yang tidak membayar THR sesuai dengan surat edaran Menaker tentang THR, yaitu THR harus dibayar paling lambat H-7, dibayar penuh, tidak dicicil, dan bilamana ada permasalahan maka harus dibayar H-1.

Perusahaan-perusahaan tersebut tersebar di Jakarta, Tangerang, Karawang, Cirebon, Batam, Banjarmasin, Medan, Deli Serdang, Boyolali, Brebes, Pekalongan, Makasar, hingga Sumbawa.

Perusahaan tersebut bergerak di sektor industri outsourcing listrik, tekstil, garmen, sepatu, makanan dan minuman, serta industri padat karya lainnya.

Padahal perusahaan tersebut mampu dan masih beroperasi. Tetapi sejauh ini tidak ada tindakan terhadap perusahaan yang tidak membayar THR sesuai dengan ketentuan tersebut.

Presiden KSPI Said Iqbal (Tribunnews.com/Vincentius Jyestha)

“Kasus-kasus pembayaran THR yang tidak sesuai dengan surat edaran Menaker bisa dijumpai di PT Pan Brothers di Boyolali, PT Agung Pelita Industrindo di Brebes, perusahaan tekstil di pekalongan, dan seluruh mayoritas outsourcing PLN di seluruh Indonesia serta perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menjelaskan ketidakmampuan Menaker menegakkan aturan tentang THR,” ujar Said Iqbal, Selasa(11/5/2021).

“Sudah mudik dilarang, TKA dibiarkan masuk melenggang kangkung ke Indonesia di tengah pandemi dan lip services atau hanya pemanis bibir tentang pembayaran THR," imbuhnya.

"KSPI mendesak pemerintah bersikap adil, menegakkan aturan, dan menunjukkan keberpihakannya terhadap kepentingan nasional para buruh lokal, bukan TKA,” ujarnya.

Buruh pelabuhan meminta pengurus Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Teluk Lalong Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah bertanggung jawab atas dugaan penggelapan dana THR sebesar Rp 239 juta. (Asnawi Zikri/Tribun Palu)

Situasi tersebut, lanjut Said Iqbal, diperparah dengan pembayaran THR yang jauh panggang dari api.

Menurutnya pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah hanya sekedar lip service.

Sementara sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan yang tidak membayar THR sesuai ketentuan sejauh ini hanya retorika dari Menteri.

Baca juga: Kemnaker Terima 1.586 Pengaduan Soal THR H-2 Lebaran

Bagi buruh, Said Iqbal mengatakan datangnya TKA China dan India dengan menggunakan pesawat carteran di tengah pandemi adalah sebuah ironi yang menyakitkan dan menciderai rasa keadilan.

Apalagi hal ini terjadi di saat jutaan pemudik yang menggunakan motor bisa dipastikan mereka adalah buruh dihadang di perbatasan-perbatasan kota.

Baca juga: KSPI: THR, Mudik, dan TKA Merugikan Buruh

“Padahal buruh yang mudik tidak mencarter pesawat, tetapi membeli sendiri bensin motor dan makannya, di saat sebagian dari mereka uang THR-nya tidak dibayar penuh oleh pengusaha,” tegasnya.

Kedatangan TKA dari China dan India tersebut menegaskan fakta, bahwa omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan bahwa pemerintah ingin memudahkan masuknya TKA China yang mengancam lapangan pekerjaan pekerja lokal.

Baca juga: Banyak Perusahaan Belum Bayar THR, Pemerintah Diminta Lebih Proaktif dan Bertindak Tegas

Padahal saat ini, rakyat Indonesia justru lebih membutuhkan pekerjaan, karena banyak yang kena PHK akibat pandemi.

“Itulah sesungguhnya tujuan omnibus law. Tadinya TKA yang masuk ke Indonesia harus mendapatkan izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja, sehingga TKA tidak mungkin bisa masuk ke Indonesia kalau belum mendapat surat izin tertulis,” ujar Said Iqbal.

"Fakta hari ini menjelaskan, berdasarkan omnibus law TKA yang masuk ke Indonesia tidak perlu menunggu memegang surat izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja, tetapi cukup si perusahaan pengguna TKA melaporkan rencana kedatangan TKA tersebut (RPTKA)," tambahnya.

Akibatnya, jutaan buruh dilarang mudik bahkan disekat di perbatasan kota seperti warga kelas dua, tetapi TKA disambut sebagai warga kelas satu dengan alasan kebutuhan industri strategis.

Padahal boleh jadi TKA China dan India yang masuk ke Indonesia tersebut adalah buruh kasar (unskill workers) yang bekerja di industri-industri konstruksi, perdagangan, baja, tekstil, pertambangan nikel, dan industri-industri lain, yang semestinya bisa merekrut buruh lokal Indonesia.

Said Iqbal mengaku heran, yang selalu membantah dan membela keberadaan para TKA China tersebut adalah para pejabat Republik Indonesia, bukan perusahaan pengguna TKA tersebut.

Selain itu juga tidak pernah dijelaskan, di perusahaan mana saja (nama PT-nya) para TKA tersebut bekerja.

KSPI dan buruh Indonesia menuntut stop mendatangkan TKA China dan negara lainnya ke Indonesia, terutama di masa pandemi dengan alasan apapun.

“Janganlah hukum tajam ke buruh Indonesia tetapi tumpul ke TKA China. Batalkan omnibus law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Khususnya pasal tentang TKA dikembalikan bunyinya menjadi, “Setiap TKA yang datang ke Indonesia wajib mendapatkan izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja," ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar mengingatkan perusahaan tentang kewajiban pembayaran THR.

“Pemerintah harus mengingatkan perusahaan bahwa THR bukanlah hadiah yang diberikan sukarela, tapi kewajiban yang harus ditunaikan."

"Suka atau tidak, perusahaan sedang lapang atau sulit, THR pekerja wajib dibayarkan. Ini adalah amanat PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan," kata Netty.

Netty juga meminta pemerintah agar memastikan posko-posko THR yang dibentuk Kemnaker di tingkat pusat dan daerah guna memberikan pelayanan informasi, konsultasi, dan pengaduan atas pelaksanaan pembayaran THR bekerja proaktif dan jangan hanya menunggu laporan.

Ketua DPP PKS Bidang Kesejahteraan Sosial ini mengatakan, posko THR jangan hanya menunggu laporan masuk, tapi harus proaktif turun langsung ke lapangan untuk jemput bola mengatasi persoalan yang muncul.

"Perusahaan yang belum atau sulit bayar THR harus didatangi langsung, dievaluasi dan diingatkan untuk menunaikan kewajibannya," katanya.

Menurut Netty, jika hanya menunggu laporan atau aduan pekerja, maka hasilnya tidak akan maksimal karena umumnya pekerja enggan dan takut melaporkan perusahaannya yang tidak membayar THR.

Dia menilai, pekerja umumnya tidak berani lapor dan berurusan dengan pihak lain. Mereka takut dipecat, apalagi yang statusnya pekerja kontrak.

"Oleh karena itu, pemerintah harus sigap mencari perusahaan-perusahaan yang belum mencairkan THR. Perusahaan tersebut harus diingatkan dan jika perlu berikan sanksi yang tegas."

"Pastikan posko THR berfungsi optimal dalam melindungi hak pekerja, jangan hanya jadi retorika,” pungkas Netty.(Tribun Network/dit/mam/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini