Tujuh poin pertimbangan tersebut adalah, Pertama, tidak adanya penghematan biaya operasional, antara lain GHA.
Kedua, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor.
Ketiga, tidak adanya evaluasi atau perubahan penerbangan atau route yang merugi.
Keempat, cash flow manajemen yang tidak dapat dimengerti.
Kelima, keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan dewan Komisaris.
Keenam, saran Komisaris yang oleh karenanya tidak diperlukan.
Ketujuh atau terakhir, aktivitas komisaris yang oleh karenanya hanya 5-6 jam/minggu.
“Dimana, diharapkan adanya keputusan yang jelas dan mungkin sebagai contoh bagi yang lain agar sadar akan kritisnya keadaan perusahaan,” pungkasnya.
Utang Garuda Indonesia Sudah Tembus Rp 20 Triliun
Komisaris independen Garuda Indonesia Yenny Zannuba Wahid mengatakan, pada awal dirinya ditunjuk sebagai komisaris independen di Garuda Indonesia, maskapai nasional tersebut telah mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat.
Dia menyebut, utang Garuda Indonesia pada saat itu telah mencapai angka Rp 20 triliun.
Seperti diketahui, Yenny Wahid telah menjabat sebagai Komisaris Independen di Garuda Indonesia selama 1 tahun lebih.
Keputusan tersebut Erick Thohir sampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Januari 2020.
“Doakan ya. Waktu saya masuk, hutang Garuda sudah lebih dari 20 triliun, lalu kena pandemi, setiap terbang pasti rugi besar,” jelas Yenny di akun Twitter pribadinya @yennywahid, Minggu (30/5/2021).
Baca juga: Yenny Wahid Beberkan Yang Membuat Garuda Indonesia Sakit-sakitan, Problemnya Besar Sekali