TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan soal rencana pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan.
Menurut Ditjen Pajak, kebijakan bebas PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan saat ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
Penjelasan itu disampaikan Ditjen Pajak melalui akun Instagram resmi Ditjen Pajak @ditjenpajakri, Sabtu (12/6/2021).
Ditjen Pajak menyampaikan dengan tidak diberlakukannya PPN terhadap sembako saat ini membuat semua jenis sembako bebas dari PPN.
Tak terkecuali dengan beras premium yang dikonsumsi oleh kelas atas.
"Konsumsi beras premium dan beras biasa, sama-sama tidak kena PPN. Konsumsi daging segar wagyu dan daging segar di pasar tradisional, sama-sama tidak kena PPN," tulis Ditjen Pajak.
Baca juga: Dahlan Iskan: Untung Dokumen PPN Sembako Ini Bocor . . .
Begitu juga dengan semua jenis jasa pendidikan, tanpa memperhatikan kelompok dan jenisnya juga bebas dari PPN.
"Les privat berbiaya tinggi dengan pendidikan gratis, sama-sama tidak kena PPN," tulisnya lagi.
Menurut Ditjen Pajak, pemberlakuan bebas PPN terhadap semua jenis sembako dan layanan pendidikan menunjukkan kebijakan yang tidak tepat sasaran.
"Orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengonsumsi barang/jasa yang tidak dikenai PPN," tulisnya.
Karena itu, lanjut Ditjen Pajak, pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (RUU KUP) yang di antaranya mengubah sistem perpajakan.
"Diharapkan sistem baru dapat memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distoris dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara," tulisnya.
Dalam draft RUU itu, sembako termasuk di antaranya beras dan gula konsumsi dihapus dari daftar barang yang dikecualkan dalam pemungutan PPN.
Tuai Polemik, Ditentang Banyak Pihak