Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memastikan pengelolaan utang dilakukan secara hati-hati, meski saat ini dinilai melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa menyatakan hal itu menanggapi utang pemerintah saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (23/6/2021).
"Pengelolaan utang dari tahun ke tahun tetap terjaga, meski ada rasio-rasio dari IDR, IMF, World Bank (tidak terpenuhi)," kata Suharso.
Menurutnya, utang yang melebihi ketentuan IMF, bukan hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga dialami negara lainnya.
"Negara lain hampir tidak ada yang standar itu dipenuhi, baik standar IMF maupun standarinya IDR," sambung Suharso.
Baca juga: Defisit APBN 2021 Kian Bengkak, Per Mei Tembus Rp 219,3 Triliun, Pembiayaan Utang Rp 330,1 triliun
Ia menyebut, utang pemerintah saat ini sudah melebihi produk domestik bruto (PDB), tetapi masih di bawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.
Baca juga: Utang Melonjak, Pajak Naik, Ekonomi Merosot, PKS: Kebijakan Ekonomi Pemerintah Harus Dievaluasi
Menurut dia, hal ini juga terjadi di negara lainnya seperti China, Jepang, dan Amerika Serikat. "Banyak negara, termasuk China sendiri punya utang yang jauh lebih besar dari PDB, AS juga di atas PDB, dan Jepang dua kali dari PDB," paparnya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) utang Indonesia telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR).
Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 persen sampai 35 persen.
Lalu, asio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 persen sampai 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7 persen sampai 19 persen.