TRIBUNNEWS.COM - Untuk mengejar penghidupan yang lebih layak, tak jarang masyarakat terpaksa memilih pindah dari tempat tinggalnya di desa ke kota.
Perkotaan kerap menjadi magnet bagi para penduduk di desa untuk untuk memburu pekerjaan atau mencari peluang usaha, khususnya jika masyarakat merasa pendapatan dari pekerjaan di tempat tinggalnya sudah tak lagi menjanjikan.
Namun, mencari penghasilan di kota juga tak semudah membalikkan tangan. Terlebih jika mereka memilih untuk membuka usaha atau berdagang. Meski wilayah perkotaan menyediakan lebih banyak peluang usaha dan pasar yang lebih luas, persaingan antar pelaku usaha juga lebih ketat.
Untuk itu, diperlukan tekad dan keberanian untuk mengadu nasib di kota metropolitan.
Sama seperti kisah Jumardin (41), seorang petani di Kabupaten Soppeng, Sulsel, yang nekat menginjakkan kaki di kota metropolitan Makassar untuk mengais rejeki. Ia bertolak meninggalkan Kabupaten Soppeng, pada tahun 2003, dengan memboyong istri dan anaknya, dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih layak di Makassar.
Berbekal keberanian dan modal seadanya, ia membuka 'gadde-gadde' atau kios kelontongan kecil di Makassar. Beragam kebutuhan rumah tangga mulai dari beras, minyak goreng, hingga air minum dijajakan di toko kecil yang berlokasi di Jl Abubakar Lambogo Makassar.
Kala itu, kehidupan Jumardin bisa dikatakan serba terbatas. Boro-boro untuk membeli kendaraan pribadi, memenuhi kebutuhan rumah tangga saja begitu pas-pasan.
Dalam menjalankan bisnis kecil tersebut, ia bercerita hanya mengambil 10 persen dari modalnya. “Kalau misal dapet 1 juta perhari, yah keuntungan cuma Rp 100 ribu,” jelas Jumardin, dikutip dari TribunMakassar.com, Senin (14/6/2021).
Meskipun begitu, ia tidak pasrah pada keadaan. Jumardin lebih memilih bekerja lebih keras agar dapat menafkahi keluarganya.
Memanfaatkan peluang untuk penghasilan tambahan
Delapan tahun berselang sejak awal mendirikan toko kelontong, ia sadar masih butuh pemasukan tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan dari toko kelontong dirasa belum cukup untuk itu.
Upayanya untuk mencari pendapatan tambahan pun membuahkan hasil. Ia diajak oleh temannya yang bekerja di Bank BRI untuk menjadi AgenBRILink pada 2014, saat Bank BRI baru saja meluncurkan program laku pandai tersebut.
BRILink merupakan program laku pandai dari Bank BRI yang bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyediakan layanan keuangan inklusif di seluruh wilayah Indonesia. BRILink memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan tanpa harus datang ke kantor bank. Para nasabah bisa melakukan transaksi perbankan ke mitra perseorangan atau UMKM yang menjadi AgenBRILink.
Setelah mendapatkan penjelasan dari temannya, akhirnya ia memutuskan untuk bergabung menjadi AgenBRILink.
Awal bergabung, ia masih belum yakin modal yang ditaruhnya sekitar Rp 10 juta mampu membuahkan hasil yang cepat.
Menurut pengalaman Jumardin, pada tahun-tahun pertama bergabung jadi agen, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui fungsi dan manfaat dari AgenBRILink. Hal itu yang menjadi tantangan tersendiri baginya untuk meyakinkan warga sekitar agar melakukan transaksi perbankan di AgenBRILink.
Syukurnya, toko kelontong yang dirintis olehnya memudahkan Jumardin dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat dari AgenBRILink.
"Susah sekali cari nasabah, untung ada jualan campuran. Kalau ada yang belanja biasa saya sampaikan ada layanan transfer, tarik tunai, dan pembayaran lainnya," bebernya.
Ia bercerita, saat itu, hanya mendapatkan sharing fee 50-50 dengan pihak BRI, dalam satu kali transaksi dan hanya mendapat Rp 500 ditambah Rp 1.500 tarif untuk tiap nasabah.
Selain harus meyakinkan masyarakat, ia juga bercerita kerapkan mendapatkan nasabah yang kurang bertanggung jawab. Ia pernah mendapatkan nasabah yang tidak membayar biaya transfer.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ia tetap berusaha menjalankan bisnis toko kelontong dan menjadi AgenBRILink secara profesional. Bahkan, untuk memberikan pelayanan terbaik, Jumardin memberikan layanan 24 jam agar para pelanggan bisa melakukan transaksi kapanpun.
Seiring berjalannya waktu, upayanya untuk menjelaskan fungsi dan manfaat AgenBRILink kepada konsumen toko kelontongnya membuahkan hasil.
Warga sekitar toko yang mayoritas adalah perantauan dari Pulau Jawa mulai banyak memanfaatkan AgenBRILink untuk melakukan transaksi perbankan.
"Orang Jawa biasanya kalau pulang kerja mereka langsung menyetor disini. Mereka tidak simpan uang di rumah," ungkap Jumardin.
Melimpahnya nasabah yang melakukan transaksi di AgenBRILink menjadi berkah tersendiri bagi Jumardin dan keluarga. Ia mengatakan rata-rata transaksi per harinya 100 nasabah, bahkan bisa mencapai 5 ribu nasabah per bulan.
Sementara itu, nilai sharing fee bertambah dari Rp 1.000 menjadi Rp 3 ribu, sehingga keuntungan per satu kali transaksi Rp 1.500 di luar dari tarif yang dikenakan ke nasabah.
Pemasukan tambahan menjadi AgenBRILink bukan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Di luar dugaannya, kegigihannya menjadi AgenBRILink juga mampu mewujudkan mimpinya memperbaiki rumah, membeli motor, mobil, hingga membuat usaha baru yakni sewa kamar indekos.
Kini, ia berhasil membuktikan bahwa mengadu nasib di kota bukanlah hal yang menakutkan, selagi seseorang itu mampu mencari peluang usaha yang tepat. Dalam kasus Jumardin, menjadi AgenBRILink adalah keputusan yang sangat mengubah hidupnya.
Anda juga bisa membuat perubahan dengan membuka usaha atau mencari penghasilan tambahan dengan menjadi AgenBRILink. Cek ketentuan menjadi AgenBRILink di sini.